Kenapa Timur Tengah tak Bersuara? Ini Sikap Muhammadiyah soal Yerusalem
Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Muhamadiyah Abdul Mu'ti menyayangkan negara Timur Tengah tak satu suara terhadap pengakuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
"Kami tak melihat protes keras dari negara-negara Timur Tengah. Ini memang jadi problem," kata Mu'ti, dalam siaran pers diterima ngopibareng.id, Senin (11/12/2017).
Mu'ti memaklumi sikap diam negara Timur Tengah. Karena, negara Timur Tengah sangat bergantung dengan Arab Saudi, sedangkan Arab Saudi merupakan salah satu sekutu Amerika Serikat.
Praktis saat ini, negara Timur Tengah yang masih kontra dengan Amerika Serikat tinggal Iran. Seperti diketahui, ada Rusia di balik sikap Iran.
"Ada persoalan di Timur Tengah, praktis hanya yang kontra Amerika Serikat hanya tinggal Iran. Iran di baliknya ada Rusia," ungkap dia, sebagaimana disampaikan dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 9 Desember 2017.
Namun demikian, Mu'ti menyayangkan sikap Trump yang tidak memperhitungkan dampak perdamaian di Timur Tengah dan dunia atas pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Sikap Trump ini juga bersebrangan dengan presiden Amerika Serikat sebelumnya, Barrack Obama yang membuka jalan damai atas konflik Palestina-Israel.
Trump dinilai hanya berusaha memenuhi janji-janji kampanyenya tapi tidak membuka jalan damai. Apalagi, di dalam negeri Amerika juga masih terbelah akibat Pemilu Presiden.
"Kelompok yang kontra Trump di Amerika Serikat masih cukup banyak. Sehingga ia hanya ingin mendapatkan dukungan politik dari orang yang memilihnya agar tetap solid," tambahnya.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu, 6 Desember 2017, menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel, sekaligus memulai proses pemindahan Kedutaan Besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Pernyataan Trump pun menuai kecaman dari sejumlah pemimpin dunia, termasuk Presiden Joko Widodo. Jokowi menilai langkah Trump berbahaya karena mengancam stabilitas dunia.
Jokowi juga mendorong negara-negara anggota OKI dan PBB untuk menggelar sidang khusus. Selain itu, Jokowi meminta Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk segera meminta penjelasan dari Dubes AS di Indonesia. (adi)
Advertisement