Kenangan Khusus Gus Zaki, Ungkap Cinta Kiai Hasyim Asy'ariÂ
KH. Muhammad Zaki Hadzik, ternyata mempunyai kenangan dan kesan khusus terhadap Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan Pendiri Pesantren Tebuireng Jombang.
“Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari tidak pernah ikut berjuang secara fisik, tidak ikut perang. Tetapi beliau turut memberikan sumbangsih. Yang pertama baliau adalah ahli strategi yang membentuk Laskar Hizbullah untuk berjuang di medan perang.
"Yang kedua melalui pikiran yang beliau instruksikan. Menjadi demikian, karena pada tahun 1945, Hadratussyaikh telah berusia 73 tahun yang mana sudah tidak mampu untuk mengikuti perang,” ungkap cucu Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari ini.
Seperti diketahui, wafatnya KH Muhammad Zaki Hadzik, Pengasuh Pesantren Al-Mashruriyah Tebuireng Jombang, mengejutkan banyak pihak. Baik kalangan pengasuh pondok pesantren, maupun jajaran Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur.
Gus Zaki adalah Ketua PW Rabithah Maahid Islamiyah (RMI) PWNU Jawa Timur. ini mengembuskan nafas terakhir, Rabu 1 Juli 2020. Jenazah akan dimakamkan Tebuireng Jombang.
Kabarnya, seperti dilansir situs resmi Pesantren Tebuireng Jombang, tebuireng-online, Gus Zaki wafat karena sakit DBD yang dideritanya.
Gus Zaki adalah Pesantren Al-Mashruriyah Tebuireng. Pesantren ini tepat berada di depan Pondok Tebuireng. Gus Zaki adalah putra Kiai Hadzik dan putri Bu Nyai Khodijah Hasyim Asy'ari.
Pada bagian lain, Gus Zaki memberikan kesan terhadap Sang Kakek:
"Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari adalah sosok yang sangat cinta terhadap Al-Quran. Hampir semua menantu beliau yang menikah ketika beliau masih hidup, semuanya ahli Al-Quran.
“Salah satu tanda bahwa Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari sangat cinta kepada Al-Quran ialah ketika setiap ada tamu beliau bertanya kepada anak-anak kecil, 'Sudah bisa baca Al-Quran atau belum?' Jika sudah bisa, maka beliau memberinya uang sebagai bentuk penghargaan karena menghormati Al-Quran,” kenang Gus Zaki.
Maka, lanjut Gus Zaki, tidak bisa disamakan dengan zaman sekarang yang serba instan dan waktu singkat dalam pembelajaran dibandingkan dengan zaman dulu yang hanya belajar Al-Fatihah saja membutuhkan waktu lama. Karena filosofi dari belajar di zaman sekarang mengandung unsur dari tidak bisa menjadi bisa.
“Sementara belajar dengan waktu yang lama dan hanya fokus satu materi, selain mengandung unsur dari tidak bisa menjadi bisa, ia juga menjadi suka. Jika sudah suka, maka akan mudah untuk selanjutnya,” kata Gus Zaki.
Diceritakan, suatu ketika Hadratussyaikh sangat terenyuh ketika berkunjung ke rumah sahabatnya, yaitu KH. Abdussalam didapati tengah mengajari anak-anak kecil mengaji, karena saat remaja beliau bercita-cita untuk menjadi guru ngaji anak-anak kecil, namun belum berkesempatan dan terealisasi oleh sahabatnya sendiri.
“Selain itu, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari membangun semangat keislaman dengan jiwa yang teguh, keras terhadap dirinya, namun lemah lembut terhadap orang lain. Dari segi keislaman, tentu tidak perlu diragukan lagi,” tutur Gus Zaki.
Ungkapan Gus Zaki atas pribadi Kiai Hasyim Asy'ari disampaikan pada saat bedah buku yang dilaksanakan tim Penerbitan Tebuireng dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2018, kali ketiga bertempat di Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng 21 Oktober 2018.
Buku berjudul “Tafsir Pemikiran Kebangsaan dan Keislaman Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari”, ditulis Lathiful Khuluq. Selain Gus Zakki, tampil pembicara saat itu, KH. Musta’in Syafi’i, Pengasuh Madrasatul Quran Tebuireng Jombang, serta dimoderatori Ustadz Ahmad Roziqi.