Kenali Gejala Difteri Sebelum Terlambat
Kementerian Kesehatan telah memperingatkan warga masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan terhadap difteri. Meski penyakit ini termasuk penyakit kuno yang sudah lama ada. Namun jika kita abai, bisa berakibat fatal,-- yang berujung kematian. Tak ada salahnya kita mulai mengenali gejala penyakit difteri ini:
Difteri umumnya memiliki masa inkubasi atau rentang waktu sejak bakteri masuk ke tubuh sampai gejala muncul 2 hingga 5 hari. Gejala-gejala dari penyakit ini meliputi
Terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel.
Demam dan menggigil.
Sakit tenggorokan dan suara serak.
Sulit bernapas atau napas yang cepat.
Pembengkakan kelenjar limfe pada leher.
Lemas dan lelah.
Awalnya cair, tapi lama-kelamaan menjadi kental dan terkadang bercampur darah.
Difteri juga terkadang dapat menyerang kulit dan menyebabkan luka seperti borok (ulkus). Ulkus tersebut akan sembuh dalam beberapa bulan, tapi biasanya akan meninggalkan bekas pada kulit.
Segera periksakan diri ke dokter jika Anda atau anak Anda menunjukkan gejala-gejala di atas. Penyakit ini harus diobati secepatnya untuk mencegah komplikasi.
Diagnosis dan Pengobatan Difteri
Untuk menegakkan diagnosis difteri, awalnya dokter akan menanyakan beberapa hal seputar gejala yang dialami pasien. Dokter juga dapat mengambil sampel dari lendir di tenggorokan, hidung, atau ulkus di kulit untuk diperiksa di laboratorium.
Apabila seseorang diduga kuat tertular difteri, dokter akan segera memulai pengobatan, bahkan sebelum ada hasil laboratorium. Dokter akan menganjurkannya untuk menjalani perawatan dalam ruang isolasi di rumah sakit. Lalu langkah pengobatan akan dilakukan dengan 2 jenis obat, yaitu antibiotik dan antitoksin.
Antibiotik akan diberikan untuk membunuh bakteri dan menyembuhkan infeksi. Dosis penggunaan antibiotik tergantung pada tingkat keparahan gejala dan lama pasien menderita difteri.
Sebagian besar penderita dapat keluar dari ruang isolasi setelah mengonsumsi antibiotik selama 2 hari. Tetapi sangat penting bagi mereka untuk tetap menyelesaikan konsumsi antibiotik sesuai anjuran dokter, yaitu selama 2 minggu.
Penderita kemudian akan menjalani pemeriksaan laboratorium untuk melihat ada tidaknya bakteri difteri dalam aliran darah. Jika bakteri difteri masih ditemukan dalam tubuh pasien, dokter akan melanjutkan penggunaan antibiotik selama 10 hari.
Sementara itu, pemberian antitoksin berfungsi untuk menetralisasi toksin atau racun difteri yang menyebar dalam tubuh. Sebelum memberikan antitoksin, dokter akan mengecek apakah pasien memiliki alergi terhadap obat tersebut atau tidak. Apabila terjadi reaksi alergi, dokter akan memberikan antitoksin dengan dosis rendah dan perlahan-lahan meningkatkannya sambil melihat perkembangan kondisi pasien.
Bagi penderita yang mengalami kesulitan bernapas karena hambatan membran abu-abu dalam tenggorokan, dokter akan menganjurkan proses pengangkatan membran. Sedangkan penderita difteri dengan gejala ulkus pada kulit dianjurkan untuk membersihkan bisul dengan sabun dan air secara seksama.
Selain penderita, orang-orang yang berada di dekatnya juga disarankan untuk memeriksakan diri ke dokter karena penyakit ini sangat mudah menular. Misalnya, keluarga yang tinggal serumah atau petugas medis yang menangani pasien difteri.
Dokter akan menyarankan mereka untuk menjalani tes dan memberikan antibiotik. Terkadang vaksin difteri juga kembali diberikan jika dibutuhkan. Hal ini dilakukan guna meningkatkan proteksi terhadap penyakit ini. (amr)