Daun Telinga Bayi Lebih Kecil, Waspadai Microtia
Microtia merupakan kondisi di mana daun telinga bayi lebih kecil atau tidak lengkap dari normalnya. Keadaan ini bisa disertai dengan tidak terbentuknya liang telinga yang disebut atresia, atau liang telinga sempit disebut stenosis.
Dokter Bedah Plastik Rekonstruksi dr. Indri Lakhsmi Putri, Sp.BP-RE (KKF) mengatakan, kondisi microtia ini bisa diturunkan atau didapatkan. "Penyebab kondisi ini, pertama karena keturunan, ada mutasi gen waktu hamil sehingga menyebabkan kelainan genetik," ujarnya.
Selain diturunkan, ujar dokter yang akrab disapa Putri ini, microtia juga bisa disebabkan oleh faktor lingkungan. Misalnya kondisi stres saat hamil atau mengkonsumsi obat-obatan yang tidak diperuntukkan untuk ibu hamil.
"Umumnya pada saat ini, microtia yang disebabkan lingkungan lebih banyak daripada genetik. Lebih dari 50 persen microtia disebabkan oleh lingkungan. Permasalahan paling banyak terjadi di tiga bulan pertama masa kehamilan," kata dokter Putri dalam acara talkshow bersama keluarga Microtia Indonesia, Minggu, 25 Juni 2023.
Sebagai langkah pencegahan, ia menghimbau para ibu untuk melakukan tes TORCH guna mencegah komplikasi pada bayinya nanti. Bahkan, dokter Putri juga meminta para wanita untuk datang ke dokter mempersiapkan kehamilan, bukan saat hamil.
"Edukasi seks dan persiapan kehamilan penting dilakukan untuk mengurangi faktor risiko microtia. Sebab, kehamilan yang tak diinginkan berpotensi membuat janin mengalami sesuatu hal yang tidak diinginkan," paparnya.
Pengobatan Bisa Dilakukan Ketika Anak Mengalami Microtia
Ditemui di acara yang sama, dokter bedah telinga hidung tenggorokan bedah kepala leher dr. Rosa Falerina, Sp.THT-BKL, Subsp mengungkapkan, anak dengan kondisi microtia belum tentu tidak bisa mendengar. Tetapi, perlu ada pemeriksaan lebih lanjut terkait kondisi rumah siputnya.
"Yang bisa dilakukan, ketika usia dua hari bayi microtia bisa dilakukan screening pendengarannya untuk mengetahui fungsi rumah siputnya. Lalu di usia dua bulan pemeriksaan dilanjutkan untuk mengetahui fungsi pendengaran telinga yang mengalami microtia dan tidak," ujar dokter Rosa.
Lanjutnya, bila dalam pemeriksaan fungsi pendengaran tidak baik, baru akan disarankan menggunakan alat bantu dengar. Tapi yang harus menjadi catatan tidak semua kondisi microtia memerlukan alat bantu dengar.
Di samping itu, ungkap dokter Rosa orang tua tak perlu patah arang karena anak microtia bisa melakukan rekontruksi agar memiliki daun telingga. Pasalnya, semakin anak bertambah dewasa, kondisi tersebut akan berpengaruh pada estetikanya.
"Rekonstruksi bisa dilakukan mulai anak usia 6 tahun dengan catatan lingkar dadanya sudah berukuran 60 centimeter. Tetapi idealnya dilakukan di usia 10 hingga 13 tahun, karena di usia itu tulang masih elastis dan dokter akan lebih mudah membentuk daun telingganya," paparnya.
Di Indonesia sendiri rekontruksi telingga untuk kondisi microtia bisa dilakukan di RS Unair.
Terakhir ia mengatakan, daun telingga bukan hanya berfungsi secara estetika saja, tetapi juga menjadi penyangga dan penangkap suara. Untuk itu penting dilakukan rekonstruksi daun telingga. Tak perlu khawatir tindakan tersebut juga sudah tercover oleh BPJS.
"Jadi pasien-pasien microtia apabila tidak dilakukan rekontruksi otomatis akan susah belajar. Bahkan, dalam lingkungan sosial bisa berakibat bullying oleh teman-temannya," tandasnya.
Advertisement