Kenaikan PPN 12 Persen Mulai 2025 Mendatang, Ini Tanggapan Guru Besar FEB UNAIR
Pemerintah resmi menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2025 mendatang. Kebijakan tersebut menimbulkan perdebatan di kalangan ahli maupun masyarakat awam. Apalagi bila melihat terjadinya penurunan kelas menengah dan daya beli di tengah masyarakat.
Menanggapi kebijakan ini, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Rossanto Dwi Handoyo menjelaskan, bila ditinjau dari pertumbuhan ekonomi, perekonomian Indonesia kini masih berada dalam kondisi baik.
Rossanto menerangkan, neraca perdagangan Indonesia saat ini masih dalam kondisi surplus. Hal ini menandakan jumlah ekspor Indonesia masih lebih banyak daripada jumlah impornya.
“Jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di negara-negara lainnya, kita sudah termasuk sangat bagus. China saja sekarang di bawah 5 persen ya,” ungkapnya, Senin 18 November 2024.
Rossanto menjelaskan, pada tahun 2019 hingga 2024 terjadi penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia. Efek dari pandemi Covid-19 menjadi salah satu penyebab penurunan kelas ini.
“Memang kalangan menengah kita belum pulih sejak Covid. Saat itu terjadi penurunan (kelas menengah) yang sangat drastis,” ungkapnya.
Sementara terkait turunnya daya beli masyarakat, Rossanto berpendapat bahwa pemerintah telah melakukan upaya yang baik dalam menjaga daya beli masyarakat. Misalnya, harga bahan bakar minyak (BBM) Indonesia yang masih cenderung stabil di tengah kondisi perang yang terjadi di beberapa negara lain.
“Menurut saya strategi pemerintah pintar (dalam) menjaga daya beli masyarakat dari sisi administrative price,” katanya.
Mengenai deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut, Rossanto berpendapat, kemungkinan ada dua penyebab dari fenomena ini. Pertama karena banyaknya pasokan barang (supply) atau justru menurunnya permintaan (demand). “Ini yang masih harus dikaji, besar mana antara supply banyak atau demand yang turun,” ungkapnya.
Rossanto menjelaskan, secara umum, kenaikan PPN ini akan menurunkan konsumsi masyarakat, namun tetap bisa meningkatkan APBN. Pada dasarnya, PPN adalah pajak yang pemerintah berikan kepada produsen yang mengolah barang mentah menjadi produk. “Pasti ada kenaikan harga, tapi kenaikannya itu masih manageable,” paparnya.
Untuk itu, Rossanto mengharapkan kenaikan dari APBN ini mampu menjadi stimulus ekonomi melalui government spending. “Misalnya bangun jalan, bandara, pelabuhan itu bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tapi, konsumsi masyarakat yang menurun karena pajak itu juga harus diperhatikan,” katanya.
Oleh karena itu, efektivitas pemerintah dalam mengelola APBN nantinya akan menjadi sangat penting dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia. “Tolong kalau pemerintah membelanjakan APBN ini harus efektif. Itu untuk kepentingan masyarakat. Jangan sampai buat infrastruktur, tapi terbengkalai. Pastikan itu bermanfaat untuk masyarakat di sana,” pungkasnya.