Kena Random Check di Doha, Disambut Ramah di Bandara JFK
PROSES aplikasi visa ke Amerika Serikat adalah yang paling susah di dunia. Tapi tetap saja sekitar 77 juta orang setiap tahun datang ke Amerika. Tidak heran, penerbangan ke Amerika pun seringkali penuh:
Staf di kantor hampir lima kali bolak-balik mencarikan tiket ke New York ini. Pagi baru dicari, siang hari sudah habis diambil orang. Bahkan saking ramainya, terkadang harga menjadi tidak masuk akal alias terlalu mahal.
Akhirnya pilihan kami jatuh ke maskapai Qatar Airways yang berkode penerbangan QR. Terbang dari Jakarta jam 00.40, tiba di Doha jam 5 pagi untuk ganti pesawat. Transit selama 5 jam lumayan untuk eksplorasi Hamad International Airport yang tidak kalah dengan Bandara Dubai.
"Wah apik ternyata Bandara Doha," kata Yadi rekan yang sama-sama ke Amerika.
Namanya ke Amerika, prosedur terkadang memang jadi berbeda. Sejak di Bandara Soekarno Hatta petugas sudah meminta mengisi berbagai formulir, Antara lain menanyakan contact person selama di Amerika dan hotel tempat kita bermalam.
"Maaf Mas ini permintaan dari pemerintah AS," kata petugas bandara tadi.
Semua prosedur itu kami ikuti saja karena memang tidak mungkin dilanggar. Yang tampak sangat ketat ketika akan boarding di Bandara Doha. Berbeda dengan gate lainnya, gate yang menuju JFK ini tampak lebih ketat. Laptop dan kamera harus diserahkan kepada petugas bandara dan kemudian dimasukkan plastik khusus sebelum diserahkan ke kita.
"Tidak boleh memakai laptop dan kamera selama dalam penerbangan. Memotret dengan HP boleh," kata petugas Bandara Doha.
Gak tahu apakah karena tampang saya mencurigakan, saya terkena random check. Sehingga harus diperiksa lebih lama dan barang bawaan diperiksa lebih detail.
"Okay thank you, you are clear," kata petugas tadi. Saya pun perlu waktu 15 menit untuk berbenah dan membereskan kembali barang-barang yang dibongkar.
Penerbangan 14 jam dari Doha ke Bandara JFK terasa singkat. Jam 15.30 sore kami pun mendarat di New York. Kota impian bagi setiap orang untuk datang.
"Siap-siap Mas menghadapi pemeriksaan lagi, apalagi sekarang zamannya Trump," kata Santoso, teman yang lain dalam penerbangan ini.
Nah ini yang di luar dugaan saya. Begitu keluar dari pesawat, tak ada kesan angker dari petugas Bandara JFK.
"Silakan scan sendiri passport dan visa Anda, baru kemudian antre di imigrasi," kata seorang petugas wanita dengan ramah.
Setelah scan passport, kita menerima kertas otorisasi. Ini yang kita serahkan beserta passport ke petugas imigrasi yang akan memutuskan boleh tidaknya kita masuk Amerika.
"Acara apa di Amerika? Tinggal di hotel mana? Okay, welcome to New York," kata petugas imigrasi seraya menstempel passport saya.
"Oh ya jangan ditutup dulu, stempelnya masih basah," kata dia lagi.
Saya bandingkan dengan kedatangan saya tahun 2004, saat itu di bawah Presiden George W. Bush, pemeriksaan imigrasi memakan waktu hingga dua jam. Tapi di bawah Trump sekarang, proses kami masuk Amerika cukup 15 menit saja.
"Ternyata Trump lebih ramah," kami bertiga pun tertawa.
Saya amati passsport saya. Dengan visa 5 tahun, saya mendapatkan entry pertama selama 6 bulan. Artinya saya boleh tidak balik ke Indonesia sampai 6 bulan ke depan. Dan bisa datang ke AS berkali-kali selama 5 tahun tanpa visa lagi. Tiketnya? Ya kalau tidak ada dinas tentu saja beli sendiri. Welcome to New York. (bersambung)