Kemerdekaan Indonesia di Mata Habaib
Hari Jumat, 9 Ramadhan 1364 H, bertepatan dengan 17 Agustus 1945 M. Ada kisah yang tak tercatat dalam buku sejarah resmi, Sejarah Nasional Indonesia.
Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi mengumumkan kepada Jamaah Yang hadir pada Shalat Jumat di Masjid Kwitang, Jakarta. Bahwa negara ini telah diproklamirkan Kemerdekaannya. Dan Habib Ali memerintahkan agar seluruh umat Islam memasang bendera negara Indonesia yang berwarna merah dan putih di rumah dan kampungnya masing masing. Habib Ali menegaskan, “Umat Islam harus memahami, apa yang diumumkannya pada hari ini diberitahukan kepada yang tidak mengetahuinya”.
Kabar tentang pengumuman Habib Ali Kwitang cepat menyebar dikalangan masyarakat Jakarta, khususnya para ulama dan Habaib, Guru Mansur. Dari Jembatan Lima yang mendengar akan Maklumat dari sang guru langsung membuat bendera Merah Putih dan langsung dipasang di atas menara masjidnya.
Al-Habib Ali bin Husein Al-Atthas pula tidak ketinggalan ikut memasang bendera merah dan putih di depan kediamannya. Begitu pula Al-Habib Salim bin Jindan yang memasang bendera di depan rumahnya. Sampai- sampai banyak masyarakat yang bertanya kepada Habib Salim.
” Ya Habib Salim gerangan apa dan kenapa bendera warna merah putih kau kibarkan di depan rumahmu ?”
Menjawab Habib Salim, “” Apa kalian tak dengar kabar bahwa ini negeri telah merdeka. Ketahuilah ini negeri telah merdeka dan lambang dari kemerdekaannya adalah bendera Merah Putih ini. Sudah kalian jangan banyak tanya lagi. Lekas kalian buat bendera Merah dan Putih lalu pasang dirumah kalian. Kalau ada yang tanya, bilang kalau negeri ini sudah Merdeka “.
Karena banyaknya masyarakat Jakarta yang tiba-tiba memasang bendera Merah Putih di rumahnya membuat gusar penjajah Jepang yang masih belum rela menerima kemerdekaan Indonesia. Para tentara Jepang pun diturunkan untuk mengambil bendera Merah Putih dari masyarakat khususnya di kediaman para tokoh.
Tak ketinggalan penggeledahan dilakukan di rumah Habib Ali Kwitang. Habib Ali enggan untuk menurunkannya hingga Habib Ali pun ditahan. Begitu pula kepada Guru Mansur yang diminta menurunkan bendera dari menara masjid. Tetapi Guru Mansur mempertahankannya hingga diberondongkannya peluru ke menara masjid. Tapi Guru Mansur tetap pada pendiriannya yang pada akhirnya Guru Mansur pun ikut ditahan oleh Jepang.
Pihak Jepang oun kewalahan karena makin banyaknya orang yang ditahan. Mengakibatkan tidak cukupnya ruang tahanan. Lalu dengan sangat terpakasa pihak Jepang membebaskan masyarakat yang didalamnya ada juga para Alim Ulama dan Habaibnya.
“Pada akhirnya Jepang pun hanya bisa pasrah dengan masyarakat Jakarta yang mendukung Kemerdekaan Negara Indonesia,” demikian dikisahkan Anto Djibril. *