Kementerian PPPA dan Pemprov Kawal Dugaan Cabul di Ponpes Jember
Dugaan kasus pencabulan yang terjadi di Pondok Pesantren Syariah Al-Djaliel 2, Desa Mangaran, Kecamatan Ajung, Jember, mendapat perhatian dari pemerintah pusat dan Provinsi Jawa Timur. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) bersama Dinas PPPA dan Kependudukan Jawa Timur, turun ke Jember, Kamis, 12 Januari 2023.
Penyuluh Sosial Ahli Madya, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Atwirlany Ritonga mengatakan, pihaknya datang ke Jember untuk mengawal kasus dugaan kekerasan anak yang terjadi di Pondok Pesantren Syariah Al-Djaliel 2, Desa Mangaran, Kecamatan Ajung, Jember.
Kasus kekerasan anak yang terjadi di pondok pesantren dan lembaga pendidikan berbasis agama di beberapa tempat hingga saat ini masih menjadi perhatian dari Kementerian PPPA.
Selama berada di Jember, Atwirlany Ritonga bersama tim akan melakukan pengecekan terkait pendampingan yang diberikan Pemkab Jember maupun Pemprov Jawa Timur terhadap terduga anak korban. Termasuk juga ingin memastikan bahwa proses hukum dalam kasus tersebut berjalan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Beberapa agenda kami datang ke Jember untuk memastikan pendampingan terduga anak korban dilakukan Pemkab Jember dan Pemprov Jatim sesuai kewenangan masing-masing. Termasuk juga memastikan proses hukum berjalan sesuai aturan,” kata Atwirlany, Kamis, 12 Januari 2023.
Upaya memastikan pendampingan terhadap terduga anak korban dinilai penting, agar dalam proses penyelesaian hukumnya tidak menemukan kendala. Karena itulah, pihaknya turun langsung ke Jember agar bisa mengawal dan mendampingi terduga anak korban.
Dalam upaya memastikan pendampingan dan pemenuhan kebutuhan terduga anak korban, pihaknya masih menunggu klarifikasi dari Polres Jember. Selain itu, Atwirlany mengatakan, bahwa pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Polda Jatim.
Atwirlany meminta pemerintah daerah memberikan pendampingan secara komprehensif terhadap terduga anak korban. Termasuk jika membutuhkan pendampingan dari psikolog harus dipenuhi.
Jika memang nantinya pemerintah daerah mengalami hambatan untuk memberikan pendampingan secara komprehensif, maka eksekusi pendampingan tersebut akan langsung dilakukan oleh pemerintah pusat.
“Sejauh ini kita masih menunggu klarifikasi dari Polres Jember terkait pendampingan apa yang dibutuhkan. Sementara pelapor dalam pendampingan pemerintah daerah. Karena pelapor sudah dewasa, nanti anak unit perempuan dari Kementerian PPPA yang akan memberikan pendampingan,” lanjut Atwirlany.
Atwirlany menegaskan, turunnya Kementerian PPPA mengawal dugaan pencabulan yang terjadi di Ponpes Syariah Al-Djaliel 2 bukan karena informasi tersebut viral di media sosial. Tetapi karena kasus tersebut dinilai memang membutuhkan perhatian tingkat nasional.
“Pengalaman sebelumnya banyak kasus kekerasan anak yang terjadi di pesantren dan lembaga pendidikan berbasis agama yang cukup miris. Hal itu membuat kami turun ke lapangan,” pungkas Atwirlany.
Sementara itu, Moh Yusuf dari Dinas PPPA dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur menyatakan kesiapannya memberikan pendampingan terhadap terduga anak korban. Sebab kasus yang berkaitan dengan perempuan dan anak sudah menjadi tanggung jawab Dinas PPPA untuk memberikan perlindungan.
“Kami atensi terkait perlindungan perempuan dan anak. Jika ada yang membutuhkan perlindungan khusus, karena kedaruratan, eksploitasi secara ekonomi, kekerasan seksual, dan relasi kuasa,” kata Yusuf.
Kendati demikian, pendampingan tersebut dilakukan bersama-sama dengan pemerintah daerah dan pusat. Nantinya secara bersama-sama bersinergi memberikan pendampingan terhadap terduga anak korban. Baik yang berkaitan dengan proses hukumnya maupun berkaitan dengan psikologisnya.
Dalam ranah proses hukumnya, karena kasus tersebut ditangani Unit PPA Polres Jember, maka Dinas PPPA dan Kependudukan Jawa Timur akan berkoordinasi dengan Polda Jatim. Pihaknya akan mengupayakan agar Polda Jatim juga memberikan atensi terhadap kasus tersebut.
Pemenuhan hak-hak terduga korban nantinya akan disesuaikan dengan tingkat kebutuhannya. Karena itu, salah satunya akan dipastikan terlebih dahulu kasus tersebut masuk kategori pencabulan atau persetubuhan.
Selain itu, hal lain yang perlu dipastikan, kasus tersebut menggunakan Undang-undang Perlindungan Anak atau Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
“Pemenuhan hak psikologis korban juga akan kita penuhi. Bersama-sama bersinergi memberikan pendampingan, sejauh mana traumatis yang dialami terduga korban,” pungkas Yusuf.