Kemendikbudristek Dukung Pergelaran Angklung Terbesar Dunia
Indonesia bersiap menyelenggarakan pergelaran angklung terbesar di dunia, di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu 5 Agustus 2023. Perhelatan akbar ini Diinisiasi oleh Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE KIM), ditargetkan bisa memecahkan Guinness World Records (GWR).
Pergelaran ini melibatkan 15.240 pemain angklung dari berbagai kalangan. Mulai dari anggota OASE KIM, murid sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah kedinasan, perwakilan kementerian/lembaga, hingga para Ibu Dharma Wanita Persatuan dan Tim Penggerak PKK.
Ketua Bidang 1 OASE KIM yang merupakan wakil ketua panitia pergelaran angklung terbesar di dunia, Franka Makarim, menjelaskan bahwa pergelaran ini adalah salah satu bentuk nyata yang dilakukan Indonesia untuk membangkitkan semangat pelestarian angklung yang sudah diakui UNESCO sejak tahun 2010.
Menurut Franka, pengakuan tersebut bukanlah tujuan akhir, namun bagaimana budaya ini tetap tumbuh, hidup, dan bermanfaat bagi masyarakat.
“Nilai-nilai baik tentang pentingnya kolaborasi untuk mewujudkan harmoni yang dapat dipelajari dari angklung ini, perlu diteruskan ke generasi yang lebih muda. Melalui pergelaran ini diharapkan kecintaan generasi muda terhadap angklung dapat terpantik kembali karena tugas kita sebagai bangsa Indonesia yang kaya akan kebudayaan untuk menghidupi budaya itu,” ujar Franka Makarim.
Sementara itu, Direktur Perfilman, Musik, dan Media, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Ahmad Mahendra menuturkan, persiapan dalam upaya pemecahan rekor GWR ini telah dilakukan sejak Oktober tahun lalu dan Kemendikbudristek mendukung sejak awal persiapan ini dengan memfasilitasi 20.060 unit angklung.
Di samping itu, Kemendikbudristek juga merancang konsep pelatihan setiap kelompok peserta angklung hingga siap untuk memecahkan rekor dunia GWR. Dalam hal ini Kemendikbudristek mendapuk komunitas Saung Angklung Udjo (SAU) sebagai mitra.
“Sejak November 2022 kami secara intensif berkomunikasi dengan OASE KIM dan SAU untuk persiapan acara ini. Kemendikbudristek mendukung mulai dari pengadaan angklung, distribusi, aransemen lagu, hingga memastikan kelancaran pelaksanaan latihan untuk setiap peserta,” tutur Mahendra.
Mahendra menambahkan bahwa setiap kelompok peserta telah melewati dua kali latihan gabungan bersama SAU dan 6-8 kali latihan mandiri bersama pelatih yang ditugaskan oleh Kemendikbudristek. Sebanyak 182 orang pelatih yang berasal dari guru seni musik dan komunitas angklung dilibatkan. Sebelum melatih di masing-masing kelompok, mereka mendapat pembekalan terlebih dahulu dari SAU.
Upaya Pelestarian Angklung
Angklung sebagai alat musik tradisional yang dikenal berasal dari Jawa Barat ini sudah diakui oleh UNESCO pada tahun 2010. Sebagai sebuah alat musik, angklung sarat dengan nilai pendidikan karakter dan seni memainkan angklung mengandung nilai-nilai dasar kerja sama, saling menghormati, dan keharmonisan sosial.
Memainkan angklung membutuhkan kolaborasi berbagai nada angklung hingga terbentuk satu harmoni musik yang merdu. Angklung juga mengajarkan kesabaran dan kedisiplinan, pemain angklung harus sabar dan disiplin menunggu giliran dan membunyikan angklung hanya saat bagian nada angklung yang dipegang,” jelas humas SAU, Robby Murfi.
Pergelaran angklung terbesar di dunia ini tidak sekadar upaya pemecahan rekor, namun juga sebagai upaya pelestarian budaya Indonesia yang sudah mendunia. Beberapa kali upaya dalam memecahkan rekor telah ditempuh dan dalam perjalanan tersebut menunjukkan bahwa angklung tidak hanya dimainkan di Indonesia namun juga di negara-negara lain.
Angklung merupakan salah satu alat musik tradisional kebanggaan Indonesia dan diharapkan upaya untuk memperkenalkan dan melestarikan angklung ke generasi penerus, menjadi suatu kegiatan rutin, hadir di dalam berbagai ruang dan kesempatan. Dengan begitu, maka serta secara tidak langsung hal ini akan memberi dampak positif bagi keberlangsungan ekosistem angklung.
Hal ini diamini oleh SAU yang merasakan bagaimana ekosistem angklung sempat mati suri di masa pandemi.
“Kegiatan ini adalah momentum keberlangsungan ekosistem angklung pascapandemi karena dalam proses persiapannya yang didukung oleh Kemendikbusristek melibatkan berbagai pihak, mulai dari petani bambu, perajin angklung, dan tentunya para pelatih dan musisi angklung dari berbagai komunitas,” kata Robby.
Warisan budaya takbenda yang sudah diakui dalam daftar UNESCO bukanlah akhir dari perjalanan, namun awal dari sebuah tanggung jawab. Sebagai suatu bentuk pelindungan budaya, penetapan ini merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dengan seluruh masyarakat untuk terus mengembangkan dan memanfaatkan warisan budaya yang dimiliki. Melestarikan agar kekayaan budaya yang dimiliki saat ini tetap dapat dinikmati oleh generasi berikutnya.