Kemendikbud Revisi Sistem Pendidikan Pancasila Bagi Siswa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merevisi materi pembelajaran Pancasila bagi para peserta didik, jenjang pendidikan anak usia dini sampai pendidikan dasar di lingkungan satuan pendidikan. Revisi tersebut dititikberatkan kepada penguatan nilai dan moral Pancasila agar lebih praktikal dan terintegrasi di sekolah.
Hal itu dikemukakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy saat membuka Program Penanaman Nilai Pancasila Sebagai Wahana Pembangunan Watak Bangsa, di Jakarta Rabu 10 Juli 2019.
Menurut Muhadjir revisi akan mendukung materi ajar Pendidikan Kewarganegaraan yang sudah ada, dengan fokus perbaikan kepada pembelajaran Pancasila di kelas. Pembelajaran Pancasila nanti bukan sekedar tataran pengetahuan, tapi lebih kepada pembentukan sikap.
"Pelajaran Pancasila tidak berhenti hanya sebagai pengetahuan, tetapi juga sebaga wahana pembangunan watak bangsa. Sehingga Pancasila dapat menjadi karakter bagi pendidikan di Indonesia," jelas Muhadjir.
Nilai-nilai Pancasila yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di satuan pendidikan dasar, meliputi Sekolah Dasar sampai. Sekolah Menengah Pertama, terutama di institusi pendidikan anak usia dini (PAUD).
Aksentuasi program diarahkan untuk mengarusutamakan pembelajaran nilai dan moral kepada seluruh peserta didik, sehingga terbentuk moralitas generasi Indonesia dengan kepribadian Pancasilais yang dimanifestasikan pada perilaku di lingkungan keluarga, sekolah, kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kepala Balitbang Kemendikbud), Totok Suprayitno menjelaskan, para guru kerap merasa bahwa Pancasila sering berhenti pada tataran pengetahuan dan ujian.
Padahal Pancasila seharusnya melampaui ilmu pengetahuan dan pelajaran. Untuk itu, perlu dilakukan revitalisasi penanaman nilai-nilai Pancasila agar anak-anak dididik dengan mengutamakan pembudayaan Pancasila.
"Guru pengampu mata pelajaran Pancasila bertindak sebagai vocal point untuk pelaksanaan Pancasila. Seluruh proses pembelajaran akan berlanjut pengamalan di sekolah dan di rumah," ujar Totok Suprayitno.
Dia mencontohkan, ketika mengajarkan nilai gotong royong, guru harus langsung praktik, sehingga tidak hanya pada tataran teori. Sehinggal para siswa tidak akan dibebani mengikuti ujian sebagai evaluasi akhir mata pelajaran Pancasila.
Evaluasi berbentuk ujian, menurut Totok Suprayitno, akan kembali menempatkan materi Pancasila di tataran pengetahuan karena berakhir pada penilaian. "Penilaian akhir itu ujiannya apa, akhirnya pendidikan berakhir di penilaian, kita sudah ada rapor karakter, tapi deskripsi evaluasi pun bukan pelabelan pada anak," imbuh dia.