Kemendikbud dan Telkom Langgar Hak Cipta, 220 Seniman Galang Aksi
Sebanyak 220 pekerja seni dari 35 kota di Indonesia dan belasan kota di dunia, mendukung agar kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud), dan Telkom menyelesaikan kasus pelanggaran hak cipta menyangkut film berjudul Sejauh Kumelangkah karya Ucu Agustin. Film itu diputar dalam program Kemendikbud di TVRI serta di Usee TV, tanpa seizin Ucu Agustin.
Sebelumnya diketahui, film milik Ucu diputar dalam program Belajar dari Rumah (BDR) di TVRI, pada Juni 2020. Film yang diputar tanpa seizin Ucu kemudian juga diputar di platform Usee TV milik Telkom, dengan melalui modifikasi dalam bentuk tempelan logo Kemendikbud dan TVRI.
Sementara di saat yang sama, film yang memenangi ajang If/Then Shorts South East Asean Pitch di tahun 2018 itu, mendapat kontrak dengan Al Jazeera Internasional yang mengharuskan film diputar sesuai kontrak pada 4 Oktober 2020, dengan masa hold back enam bulan. Namun, belum lagi diputar di Al Jazeera, film telah diputar oleh TVRI dan Usee TV, dilansir dari Kompas.
Selanjutnya, kemendikbud telah memenuhi satu tuntutan dari somasi yang dibuat Ucu, yaitu meminta maaf secara publik, atas penayangan film tanpa izin di TVRI. Namun, permintaan maaf dibuat tanpa menyebut telah juga mengubah isi dan bentuk—hingga pesan karya banyak yang hilang—tanpa sepengetahuan pembuat dan pemilik film.
“Kami tahu pelanggaran hak cipta serta apa yang terjadi pada teman kami Ucu Agustin, bisa terjadi juga kepada kami. Karena itulah kami, sekelompok pekerja seni Indonesia dari berbagai disiplin ilmu dan tradisi berkesenian, memutuskan untuk menggalang dukungan untuk memberikan kekuatan moral dan material kepada Ucu Agustin,” tulis pernyataan bersama yang dibuat pada 19 Oktober 2020 itu.
Di antara yang membubuhkan dukungan antara lain Joko Anwar, Dwimas Angga Sasongko, Sammaria Sari Simajuntak (sutradara film), Nia Dinata dan Muhammad Zaidy (produser film), Cholil Mahmud dan Bonita (musisi), FX Harsono (seni rupa), Gratiagusti Chananya Rompas (penyair), Intan Paramaditha (penulis), Alia Swastika (kurator seni), Dandhy Dwi Laksono (videographer), dan Shalahuddin Siregar (pembuat film dokumenter).
Dukungan juga dinyatakan oleh berbagai para pelaku profesi di dunia film dan kesenian seperti sinematografer, sound designer, make up artist, visual effect artist, peneliti, pengelola ruang kesenian, dan pengelola festival.
Merespon kasus ini, Joko Anwar mengatakan , “Output dari industri kreatif adalah karya dan hak cipta melekat dari tiap karya tersebut. Tidak menghargai hak cipta berarti mensabotase keberadaan dan kemajuan industri kreatif. Jika ini dilakukan pemerintah, ini bukan saja ironis. Ini menyedihkan,” tulisnya dalam siaran pers tersebut.