Kemegahan Masjid Raya Al-Mahsun, Saksi Sejarah Kejayaan Kesultanan Deli
Berkunjung ke Kota Medan tentu tak lengkap jika tak mampir ke Masjid Raya Al-Mahsun. Bangunan megah ini satu-satunya masjid bersejarah di ibu kota Provinsi Sumatera Utara ini.
Masjid ini dibangun pada 21 Agustus 1906 dan selesai pada 1909, pada masa kejayaan Kesultanan Deli yang saat itu dipimpin oleh Sultan Ma'mun Alrasyid Perkasa Alam. Sultan Ma’mun merupakan Sultan Deli yang ke-9, yang memerintah dari tahun 1873 hingga mangkatnya pada 1924.
Masjid yang kini berusia 115 tahun ini memiliki perpaduan gaya arsitektur Arab Saudi, Spanyol dan India. Sehingga memiliki keunikan tersendiri. Hal itu bisa dilihat dari bentuk bangunan, kubah, menara, jendela serta ornamen dan kaligrafi yang menghiasi setiap dinding di dalam masjid.
Ornamen-ornamen tersebut tidak bisa ditemui di masjid mana pun karena mengusung perpaduan gaya Timur Tengah, Asia dan Eropa.
“Saya sudah pernah ke Arab Saudi, ke masjid-masjid di sana. Tapi saya tidak melihat satu pun yang sama dengan hiasan ornamen di Masjid Al-Mahsun, ini” ujar H. Sutomo, marbot sekaligus pengawas Masjid Al-Mahsun.
Masjid raya Al-Mashun Medan peninggalan dari Kesultanan Deli ini didirikan pada 21 Agustus 1906 M. Setelah selesai dibuat, masjid ini pertama kali digunakan pada tahun 1909 M. Di awal berdiri, masjid menyatu dengan kompleks istana.
Karena menyatu dengan area istana Maimoon, maka tak semua orang bisa memasuki masjid tersebut. Hanya petani tembakau yang bekerja untuk istana, abdi raja, dan keluarga kesultanan yang bisa masuk dan beribadah di masjid ini.
“Dulu, saat masih jadi satu dengan istana, masyarakat umum tidak bisa ke masjid ini. Tidak sembarang orang boleh masuk. Kalau sekarang, semua orang bisa masuk, termasuk wisatawan asing, asalkan mengenakan baju muslim atau menutup aurat,” jelasnya.
Saat Ngopibareng.id berkunjung ke masjid ini, beberapa wisatawan asing tampak asyik mengitari masjid dan melihat-lihat satu-satunya masjid peninggalan Kesultanan Deli ini. Salah satunya wisatawan asal Spanyol Alvaro bersama sang pacar.
“Masjid ini memiliki desain unik. Terutama mimbar untuk khatib dan ornamen-ornamennya,” ujarnya saat berbincang dengan Ngopibareng.id.
Dibuka untuk umum
Jika dalam beberapa tahun setelah dibangun hanya untuk kalangan tertentu, dalam perkembangannya, masjid ini kemudian dibuka untuk umum. Semua orang bisa berkunjung, bukan hanya untuk beribadah, tapi juga sekadar berwisata.
Masjid Raya Al-Mahsun Medan sendiri memiliki bentuk segi delapan dan mempunyai sayap di bagian Selatan, Timur, Barat dan Utara. Selain itu, masjid ini adalah bentuk dari kehebatan Suku Melayu pemilik dari Kesultanan Deli.
Gaya arsitektur Moor masjid ini terlihat sangat jelas pada kubah masjid dengan bentuk pipih dan hiasan bulan sabit di puncaknya. Ornamen-ornamennya dicat berwarna-warni dengan motif bunga dan tumbuh-tumbuhan. Ornamen ini menghiasi dengan manisnya permukaan dinding, plafon serta tiang kokoh di dalam masjid.
Saat memasuki bagian dalam masjid, kita akan melihat keindahan ornamen dan desain dinding masjid yang masih mempertahankan ciri khasnya. Hampir sebagian besar ornamen dan sejumlah benda di dalam masih asli sejak awal masjid diresmikan untuk umum pada tahun 1909. Hanya kaca grafir yang tertempel di jendela yang sudah diduplikasi karena faktor usia yang sudah berganti, tapi dibuat menyerupai aslinya.
Sementara itu, ada tujuh pilar marmer berdiri megah di ruang utama. Tampak di tengah pilar, ada lampu gantung mewah dengan gaya klasik, diketahui lampu ini didatangkan langsung dari Prancis.
Saksi Sejarah Penyebaran Islam
Masjid ini didesain oleh arsitektur asal Belanda Van Erp yang kemudian dilanjutkan oleh JA Tigdeman dengan bentuk segi delapan simetris. Menara masjid yang tinggi memperlihatkan kemegahan bangunan yang dibuat pada masa pemerintahan Sultan Ma’mun Al Rasyid ini.
Masjid raya Al-Mashun Kota Medan ini menjadi saksi sejarah penyebaran agama Islam di wilayah Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara ini. Banyak hajatan besar Islam digelar di Masjid yang menjadi salah satu ikon kota Medan tersebut.
Setiap hari, masjid peninggalan zaman Kesultanan Deli ini tidak pernah sepi dari jemaah yang akan melaksanakan ibadah maupun wisatawan yang sekadar ingin melihat kemegahan bangunan bersejarah itu.
Bentuknya yang unik dan letaknya yang berada di pusat kota menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke masjid tersebut. Selain itu, Masjid Raya Al Mashun ini juga menjadi pusat kegiatan agama Islam di Kota Medan.
Biasanya di momen Ramadan, Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha, Masjid Raya Al Mashun akan ramai dikujungi warga. Di hari-hari biasa, pengunjung terus berbondong-bondong ke masjid ini, terutama di akhir pekan.
Advertisement