Kembangkan Wisata Sejarah Benteng Pendem di Ngawi
Ngawi: Pengembangan Benteng Pendem sebagai cagar budaya dan destinasi wisata mulai mendapat perhatian khusus Kementerian Pariwisata (Kemenpar). Setidaknya, Kemenpar mengirimkan Asdep Pengembangan Destinasi Wisata Budaya, Lokot Ahmad Enda, untuk memberikan arahan dalam pengembangan destinasi wisata maupun potensi cagar budaya di Ngawi.
‘’Kami lihat keseriusan Bupati Ngawi membangun destinasi wisata sejarah ini cukup tinggi. Karena itu perlu sentuhan khusus agar dapat berkembang lebih pesat,’’ terang Lokot kepada di Ngawi, Sabtu (10/6).
Lokot mengutip kata-kata Menpar Arief Yahya bahwa daerah yang memiliki CEO Commitment yang kuat pada pariwisata, dan daerahnya punya potensi besar, maka harus disupport. Karena 50% sukses sebuah daerah menjadikan pariwisata sebagai sektor prioritas itu, berasal dari faktor kepala daerahnya.
Koordinasi dengan Kemenpar di auditorium Hotel Sukowati itu dihadiri Bupati Budi ‘Kanang’ Sulistyono. Lokot juga menyempatkan diri melihat berbagai potensi wisata yang ada di Ngawi. Mulai Benteng Pendem, Taman Wisata Tawun, wisata kuliner Keripik Tempe di Karangtengah Prandon, dan Museum Trinil.
Menurutnya, berbagai potensi wisata tersebut berpeluang untuk dikembangkan. Khususnya Museum Trinil dan Benteng Pendem. ‘’Di sini yang kami melihat Benteng Pendem dan Trinil itu sesuatu yang berbeda,’’ ungkap Lokot.
Dia mengatakan, Benteng Pendem memiliki keunikan dibanding daerah lainnya. Benteng yang berdiri sejak 1845 itu memiliki pilar asli yang tidak tidak dimiliki benteng lain di Indonesia.
Kondisi itulah menjadi nilai plus tersendiri dalam penetapan benteng sebagai cagar budaya kabupaten, provinsi, maupun Nasional, sebagaimana Undang- Undang (UU) 11/2010 tentang Cagar Budaya, Benteng Pendem masuk dalam kategori tersebut. ‘’Benteng ini bisa menjadi icon Ngawi, saat ke Ngawi ingat benteng Pendem,’’ paparnya.
Dalam pasal 5 undang-undang tersebut, benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai benda, bangunan, maupun struktur cagar budaya. Tapi harus memenuhi beberapa kriteria.
Misalnya berusia 50 tahun, mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan. Terakhir memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. ‘’Untuk bisa menjadi cagar budaya tingkat nasional, benteng (Pendem,red) ini harus memenuhi kriteria sesuai UU 5/2010 tentang Cagar Budaya,’’ paparnya.
Penilaian benteng sebagai cagar budaya dapat dilakukan secara berjenjang. Mulai dari keputusan bupati, gubernur, dan nasional oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud).
Jika berstatus cagar budaya Nasional, pengembangan benteng maupun revitalisasi dapat dilakukan pemerintah pusat maupun daerah. ‘’Kami arahkan supaya bupati mengajukan izin ke Kemendikbud agar bisa mendorong audiensi ke sana. Bahwa Ngawi punya sesuatu yang berbeda dengan lainnya,’’ tegasnya.
Apalagi benteng tersebut sudah didukung dengan masterplan lengkap. Hal itu menunjukkan rencana induk pengembangan wisata di Ngawi sudah berjalan. Komitmen bupati bahwa pariwisata menjadi prioritas juga perlu dan harus didukung masyarakat.
Dia juga meminta agar Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) harus memiliki rencana detail, baik regulasi, dukungan masyarakat, termasuk penataan wisata yang jelas. ‘’Supaya proyeksinya jelas, tahapan dan capaiannya dapat terukur,’’ bebernya. Wakil Bupati (Wabup) Ngawi Ony Anwar Harsono mengatakan terus mendorong upaya pengembangan wisata sejarah Benteng Pendem.
Kata dia, hal itu dibuktikan dengan upaya pemerintah yang aktif berkonsultasi dengan kementerian terkait.
Termasuk mengejar capaian MoU maupun Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan pengelola Benteng Pendem, yakni Divisi Infanteri 2 Kostrad. ‘’Butuh modal yang tidak sedikit untuk proses ini, termasuk merevitalisasi benteng pendem,’’ tandas Ony. (frd)