Kembalinya Kejayaan Majapahit di Era Milenial
Oleh: Oki Lukito
Ada hal menarik saat akan berlangsungnya fit and proper test Laksamana Yudo Margono di Komisi I DPR minggu lalu. Mantan Pangkogabwilhan I yang ditunjuk Presiden menjadi Panglima TNI itu datang ke ruang sidang uji kelayakan dan kepatutan didampingi 3 orang penting, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, KSAD Jenderal Dudung Abdurachman, dan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo. Dapat diartikan Yudo Margono mendapat dukungan penuh dari kekuatan matra darat, udara dan kepolisian dan ini menandakan kondusifnya keamanan di tanah air.
Salah satu tantangan sang jendral laut biru adalah pengamanan di laut yang ditengarai menjadi ajang berbagai kejahatan. Seharusnya tidak ada masalah lagi jika pucuk pimpinan TNI dipercayakan kepada seorang laksamana. Seperti diketahui pengamanan di laut selama ini tumpang tindih. Selain TNI-AL ada Badan Keamanan Laut (Bakamla) dibentuk berdasarkan Undang Undang (UU) Kelautan yang dipimpin bintang dua TNI-AL, Satgas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berdasarkan UU Perikanan juga dipimpin laksamana bintang satu TNI-AL.
Masih ada lagi instansi lain yang juga berkompeten dengan kemanan laut yaitu Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) dibawah naungan Kementerian Perhubungan dan dibentuk berdasarkan UU Pelayaran. Selain itu juga ada yang disebut Polairud berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kepolisian Negara RI. Di bawah komando Panglima TNI Yudo Margono diharapkan akan seiring sehaluan di laut, tidak ada lagi ego sektoral masing instansi yang merasa superior karena berlindung di balik UU.
Berdasarkan hasil Konvesi Hukum Laut Internasional atau “United Nation Convention on the Law of the Sea” (UNCLOS) pada tanggal 10 Desember 1982 di Montego Bay, luas laut Indonesia mencapai 3.257.357 km², dengan batas wilayah laut/teritorial dari garis dasar kontinen sejauh 12 mil diukur dari garis pantai. Dengan luas laut dua kali luas daratan serta posisi strategis Indonesia diapit dua benua dan dua samudra, kemanan laut seharusnya menjadi prioritas dan diperlukan satu komando.
Di bawah Panglima Yudo Margono, kredibilitas Angkatan Laut diharapkan semakin moncer dan segenap prajuritnya menjiwai kepiawaian pelaut Majapahit yang dipandegani Maha Patih Gajahmada dan wakilnya laksamana Nala. Modalnya, Yudo Margono sudah mendapat dukungan hard defence dari semua angkatan.
Saat dipimpin Raja Hayam Wuruk kerajaan Majapahit bukan hanya tangguh di laut dan darat akan tetapi mancapai puncak kejayaan ekonomi. Dari berbagai sumber yang dikumpulkan, daerah kekuasaannya mencakup seluruh Nusantara, yakni Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina. Para pedagang dari Nusantara, Tiongkok, dan Arab serta orang-orang Eropa pun berdatangan ke Nusantara, konon sedikitnya 98 kerajaan pada saat itu ada di genggaman Majapahit. Hasil bumi yang melimpah ruah dari daerah yang subur diangkut ke berbagai daerah dan luar negeri untuk diperdagangkan, melalui jalur darat, sungai, dan laut.
Indonesia sejatinya memiliki kekayaan alam melimpah. Kayaan laut dan isinya, kesuburan tanahnya, dan segala jenis tambang yang di dalamnya memiliki kandungan emas, nikel, dan lainnnya. Termasuk melimpahnya kandungan minyak di berbagai wilayah. Kekayaan alam yang melimpah itu faktanya belum dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Kekayaan alam kita tidak bermakna, masyarakatnya belum sejahtera. Kekayaan alam melimpah itu tentunya wajib mendapat pengamanan Panglima TNI agar bermanfaat untuk rakyat.
Laksamana Yudo Margono mendapat tantangan berat di tahun politik 2024 yang multi rentan itu. Bukan hanya soal kemanan nasional akan tetapi sang jenderal juga akan menghantarkan lahirnya seorang pemimpin, mandataris MPR yang amanah yang akan memimpin hampir 200 juta rakyat yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
Berbagai penghargaan nasional dan kearifan lokal pun sudah diterima sang laksamana antara lain Ksatria Padma Nusantara dari Puri Agung Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali. Akan tetapi akan lebih sempurna jika sang laksamana juga mampu bersinergi dengan para pemuka agama. Sang Panglima di era milenial ini akan mencatat sejarah, sebagaimana Gajahmada mencatat sejarah emas mengawal Hayam Wuruk bersama kapal kerajaan Majapahit atau mungkin sebaliknya. Jika tidak hati hati menjaga diri, tidak independen dan tidak bersinergi dengan para pemuka agama sebagai soft defence, serta tidak mampu menolak intervensi oligarki, sejarahpun akan mencatatnya pula. Selamat Hari Armada.
*Oki Lukito, Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan, dan Dewan Pakar PWI Jawa Timur