Kembalikan Rel Moral Demokrasi Indonesia, Ini Tugas Muhammadiyah
Busyro Muqoddas mengatakan, Muhammadiyah memiliki tugas dan kewajiban mengembalikan rel moral demokrasi Indonesia sesuai dengan cita-cita luhur bangsa. Mengingat moralitas publik kehilangan nalar yang lebih mementingkan akal.
Indikator amoralitas publik adalah ditemukannya sikap pragmatis berlebihan dan terjadi masif dan meluas. Sikap tersebut melanda tokoh-tokoh publik, mengakibatkan meluasnya zona nyaman hedonisme dan mencetak generasi baru penerus sikap hedonis.
Konteks kebangsaan, demokrasi amoral menjadikan kekuasaan tanpa makna. Dimana kekuasaan adalah perwujudan nafsu dan syahwat belaka, yang tandus akal budi dan daya nalar politik kerakyatan.
"Gejalanya bisa ditemui di masyarakat, masyarakat kehilangan pengangan dan arah. Sementara arus deras pemerkosaan jiwa independen, mandiri, muru'ah pranata agama dan sosial semakin masif," tutur Busyro Muqoddas
"Gejalanya bisa ditemui di masyarakat, masyarakat kehilangan pengangan dan arah. Sementara arus deras pemerkosaan jiwa independen, mandiri, muru'ah pranata agama dan sosial semakin masif," tutur Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah bidang Hukum dan HAM, dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Minggu 12 Mei 2019.
Perilaku ugal-ugalan para pemimpin atas kekuasaan yang diembannya, mejadikan rakyat atau umat yang dipimpinnya menjadi sengsara. Dalam konteks Indonesia, muslim sebagai mayoritas di negeri ini lebih banyak dirugikan. Kerugian muslim atas kesemenah-menahan pemimpin terjadi dengan adanya runtutan isu radikal dan terorisme yang dialamatkan kepada simbol-simbol Islam.
Dalam catatan Busyro, sebagaimana disampaikan dalam acara Pengajian Ramadhan 1440 H PP Muhammadiyah, di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah (UMY), Jumat lalu.
Menurutnya, runtutan isu yang mendeskriditkan umat Islam telah terjadi sejak 2002, dengan penegakan hukum yang centang-perenang. Serta senyap dari hingar bingar pemberitaan yang seimbang, karena komponen transfer informasi berada dalam kekuasaan penguasa.
Selain itu, tindak korupsi yang secara vulgar dipertontonkan oligarki. Tindakan amoral korupsi yang dilakukan para wakil rakyat menciderai nilai-nilai dasar dan prinsip kebangsaan. Praktik korupsi yang dipertontonkan merupakan hasil dari perselingkuhan antara oligarkhi politik dan bisnis.
"Kuatnya pasangan haram ini turut memengaruhi kebijakan yang harusnya mengakomodir rakyat secara luas, berganti kebijakan yang mengakomodir hanya kepentingan pasangan haram antara parpol dan pemodal (politik cukong).
"Perselingkuhan dua oligarki ini kemudian menghasilkan sejumlah undang-undang dan kebijakan publik hingga peraturan daerah (Perda) yang mengandung ciri pembunuhan demokrasi,” tegas Busyro. (adi)
Advertisement