Kembalikan Islam pada Nilai yang Luhur dan Fundamental
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir perhatian masyarakat Indonesia benar-benar disibukkan oleh beragam isu politik.
“Banyak dari publik yang kemudian menjadi terkotak-kotak berdasarkan kelompok mana yang mereka dukung. Kondisi ini menimbulkan banyak ketegangan yang timbul dalam keseharian mereka dan tidak jarang membesar menjadi konflik,” tutur Haedar dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Selasa 12 Februari 2019.
Keadaan tersebut, menurut Haedar, menjadi tanda bahwa masyarakat memerlukan pencerahan agar meraka dapat ‘melihat’ dengan lebih baik.
Sebagai sebuah agama, Islam hadir sebagai pencerahan yang dicerminkan melalui ayat pertama yang diturunkan dalam wahyu kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alayhi wassalam.
“Iqra’, ayat tersebut turun ketika Nabi Muhammad shalallahu ‘alayhi wassalam ketika sedang risau terhadap kondisi masyarakat Arab saat itu.
“Keadaan masyarakat Arab saat itu dapat dideskripsikan dengan kata dzulumat yang diartikan sebagai kegelapan baik dalam kultural hingga struktural. Ayat iqra’ ini kemudian muncul sebagai tanwir, pencerah, yang memberikan cara untuk keluar dari kegelapan tersebut,” urai Haedar Nashir.
“Keadaan masyarakat Arab saat itu dapat dideskripsikan dengan kata dzulumat yang diartikan sebagai kegelapan baik dalam kultural hingga struktural. Ayat iqra’ ini kemudian muncul sebagai tanwir, pencerah, yang memberikan cara untuk keluar dari kegelapan tersebut,” urai Haedar.
Ayat tersebut memiliki inti untuk menegakkan ilmu dan akal pikiran.
“Dari pemaknaan tersebut kemudian memunculkan berbagai konsep seperti tafakkur, tadabbur dan lainnya. Pemaknaan dan penerapan dari iqra’ tersebut yang kemudian saya rasa sangat berkurang di masyarakat kita saat ini,” jelasnya.
Haedar turut menyayangkan, melihat realitas saat ini bahwa ayat-ayat seringkali hanya dikutip untuk kepentingan tertentu atau bahkan digunakan untuk menyulut kemarahan, kebencian dan pertikaian.
“Bukan hanya pada isu sosial politik, tapi juga pada aspek kehidupan kita sebagai orang beragama, kita jadi intoleran terhadap perbedaan. Padahal ketika Islam dimaknai secara kontemplatif, agama ini menuntun kita untuk menjadi pribadi yang berpikir. Ini yang ingin kita lakukan, mengembalikan Islam pada nilainya yang luhur dan fundamental,” papar Haedar.
Sejumlah tokoh Muhammadiyah, termasuk Haedar Nashir, sibuk mempersiapkan Tanwir. Serangkaian Seminar Pra-Tanwir Muhammadiyah digelar, mengangkat tema Beragama yang Mencerahkan Dalam Perspektif Politik Kebangsaan pada hari Senin lalu, di Ruang Sidang Gedung AR Fachruddin A Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Pada bagian lain, Haedar Nashir mengingatkan, dalam kehidupan orang yang beragama, hal yang paling dibenci oleh tuhan adalah inkonsistensi.
“Dalam surat Ash-Shaff ayat 3 Allah memperingatkan bahwa hal yang paling dibenci adalah orang yang mengatakan apa yang tidak mereka lakukan, artinya ketika anda mengaku seorang Muslim, konsistenlah. Pahami agama anda melalui perenungan yang dalam, dan bukan hanya terbawa sumbu pendek yang mudah disulut untuk kepentingan tertentu,” tutur Haedar. (adi)