Kembali ke Dinar dan Dirham? Ini Penjelasan Menurut Hukum Islam
Dinar dan dirham menjadi perbincangan menarik. Menanggapi munculnya pasar muamalah yang menggunakan alat pembayaran berupa dinar dan dirham di Depok, Jawa Barat, Bank Indonesia melalui Kepala Departemen Komunikasi Erwin Haryono menegaskan, rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah.
Bagaimana tinjauan hukum Islam (fikih)?
Berikut ini penjelasan Ust. Ma’ruf Khozin, Direktur Aswaja NU Center Jawa Timur tentang Mata Uang Sunnah?:
Jual beli adalah murni urusan duniawi, alat tukar untuk jual beli boleh menggunakan apa saja, tidak harus menggunakan alat jual beli di masa Nabi shalallahu alaihi wasallam. Kalau urusan duniawi harus sama dengan masa Nabi sekalian saja penghitungan jarak pakai Marhalah bukan kilometer, timbangannya jangan pakai kilogram tapi pakai Rithl, Wasaq, Mud, dan kendaraan kembali naik onta, bukan kijang.
Tidak ada mata uang Sunnah. Bagaimana dengan Dinar dan Dirham? Jauh sebelum Nabi shalallahu alayhi wasallam Dinar dan Dirham juga sudah berlaku:
ﻓﺄﻣﺎ اﻟﺪﺭاﻫﻢ اﻟﺘﻲ ﻛﺎﻧﺖ ﻋﻠﻰ ﻋﻬﺪ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻓﻠﻢ ﻳﻜﻦ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻗﺮﺁﻥ، ﻭﻻ اﺳﻢ اﻟﻠﻪ، ﻭﻻ ﺫﻛﺮ ﻷﻧﻬﺎ ﻛﺎﻧﺖ ﻣﻦ ﺿﺮﺏ اﻟﺮﻭﻡ، ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ اﻟﻜﻔﺮ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺿﺮبت ﺩﺭاﻫﻢ اﻹﺳﻼﻡ ﻓﻲ ﺃﻳﺎﻡ ﻋﺒﺪ اﻟﻤﻠﻚ ﺑﻦ ﻣﺮﻭاﻥ
Dirham di masa Nabi shalallahu alaihi wasallam tidak ada tulisan Qur'an, nama Allah dan kalimat zikir. Karena Dirham tersebut buatan Romawi dan lainnya dari negeri-negeri kufur. Uang Dirham Islam dicetak di masa Abdul Malik bin Marwan (Al-Hafidz Ibnu Al-Iraqi, Tharh At-Tatsrib, 7/219)
Bagaimana dengan hadis Dinar dan Dirham? Yaitu:
" ﻟﻴﺄﺗﻴﻦ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺎﺱ ﺯﻣﺎﻥ ﻻ ﻳﻨﻔﻊ ﻓﻴﻪ ﺇﻻ اﻟﺪﻳﻨﺎﺭ ﻭاﻟﺪﺭﻫﻢ "
"Sungguh akan datang sebuah masa bagi manusia yang tidak berguna lagi kecuali Dinar dan Dirham" (HR Ahmad).
Hadis seperti ini maksudnya adalah "tidak berguna lagi kecuali harta". Tetapi karena terbiasa dengan tekstualis maka diartikan letterlijk. Kalau memang seperti ini pemahamannya maka ketahuilah bahwa hadis ini dhaif karena 2 faktor:
ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻣﺮﻳﻢ ﻟﻢ ﻳﺪﺭﻙ اﻟﻤﻘﺪاﻡ ﺑﻦ ﻣﻌﺪﻱ ﻛﺮﺏ
Perawi Abu Bakar bin Abi Maryam tidak menjumpai Miqdam bin Ma'di Karib (sanadnya terputus)
ﻭﻣﺪاﺭ ﻃﺮﻗﻪ ﻛﻠﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺃﺑﻲ ﺑﻜﺮ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻣﺮﻳﻢ، ﻭﻗﺪ اﺧﺘﻠﻂ.
Semua sanad hadis bersumber dari Abu Bakar bin Abi Maryam, ia mengalami ikhtilath (Majma' Az-Zawaid).
Mata uang jika sudah disahkan sebuah negara maka kita wajib mematuhi, sebagaimana kewajiban perintah mematuhi Ulil Amri (An-Nisa'59) dalam penafsiran:
ﻗﺎﻝ ﺳﻬﻞ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ اﻟﺘﺴﺘﺮﻱ: ﺃﻃﻴﻌﻮا اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻓﻲ ﺳﺒﻌﺔ: ﺿﺮﺏ اﻟﺪﺭاﻫﻢ ﻭاﻟﺪﻧﺎﻧﻴﺮ، ﻭاﻟﻤﻜﺎﻳﻴﻞ ﻭاﻷﻭﺯاﻥ، ﻭاﻷﺣﻜﺎﻡ ﻭاﻟﺤﺞ ﻭاﻟﺠﻤﻌﺔ ﻭاﻟﻌﻴﺪﻳﻦ ﻭاﻟﺠﻬﺎﺩ
Sahal bin Abdullah At-Tusturi berkata: "Patuhilah Pemerintah Negara dalam 7 hal. (1) Pemberlakuan uang (2) Alat ukur dan timbang (3) Hukum (4) Haji (5) Pelaksanaan Jumat (6) Pelaksanaan 2 hari raya (7) Jihad" (Tafsir Al-Qurthubi 5/259)
Advertisement