Kembali, Buruh Jatim Gelar Aksi Tuntut Revisi UMP
Buruh Jawa Timur yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) bersama Relawan Kesehatan Jamkes Watch – KSPI Jawa Timur melakukan aksi demonstrasi yang dipusatkan di Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur, Rabu, 19 Januari 2022.
Aksi ini diikuti sekitar 500 orang massa buruh dari Kota Surabaya, Kab. Gresik, Kab. Sidoarjo, Kab/Kota Mojokerto, Kab/Kota Pasuruan, Kab/Kota Probolinggo, Kabupaten Jember dan Kabupaten Tuban.
Massa aksi mulai berangkat dari daerah masing-masing untuk bertemu di titik kumpul utama di Jalan Frontage A Yani depan Royal Plaza sekitar pukul 12.00 WIB untuk kemudian bergerak bersama ke Kantor Gubernur Provinsi Jawa Timur.
Wakil Sekretaris DPW FSPMI Jawa Timur, Nuruddin Hidayat dalam keterangan resmi, Rabu, 19 Januari 2022 mengatakan, buruh ini mendesak Gubernur Jawa Timur agar merevisi penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur dan melakukan pembahasan ulang tanpa menggunakan PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
"Kami juga mendesak Gubernur Jawa Timur agar segera menetapkan Upah Minimum Sektoral (UMSK) di Jawa Timur tahun 2022 sebagaimana usulan Bupati/Walikota dan hasil rapat Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Timur unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh," katanya.
Selanjutnya, para buruh juga mendorong Gubernur Jawa Timur membuat surat edaran yang ditujukan kepada bupati/walikota yang melarang membuat kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas khususnya bidang Ketenagakerjaan menggunakan acuan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta aturan turunannya, diantaranya adalah pengesahan Peraturan Perusahaan (PP) dan/atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Selain isu upah dan ketenagakerjaan, buruh juga menyuarakan isu jaminan sosial kaitannya dengan pemenuhan hak atas jaminan kesehatan bagi warga miskin/tidak mampu Jawa Timur.
Pasalnya, di awal tahun 2022 ini, sebanyak 622.986 (enam ratus dua puluh dua ribu sembilan ratus delapan puluh enam) warga miskin/tidak mampu Jawa Timur kepesertaan BPJS Kesehatannya dinon-aktifkan sepihak oleh Pemprov Jatim.
"Melalui surat Sekda Prov Jatim nomor: 440/25340/012.4/2021 tertanggal 22 Desember 2021 meminta Kabupaten/Kota untuk mengambil alih pembiayaan iuran BPJS Kesehatan rayat miskin Jawa Timur tersebut. Hal tersebut menjadi ironi karena diwaktu yang bersamaan realisasi APBD Jawa Timur tertinggi di Indonesia," katanya.
Pendapatan daerah yang tertuang dalam APBD Jatim tahun anggaran 2022 tercatat sebesar Rp 27,642 triliun. Khusus untuk urusan kesehatan dianggarkan sebesar Rp 4,903 triliun (16,65 persen).
"Namun sangat disayangkan dari nominal sebesar itu, sepeserpun tidak ada alokasi anggaran untuk pembiayaan iuran BPJS Kesehatan bagi warga miskin/tidak mampun Jawa Timur," katanya.
Hal tersebut tidak sejalan dengan Instruksi Presiden RI Nomor: 8 Tahun 2018 dan Nomor: 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Salah satu poin dalam Inpres tersebut, Presiden Joko Widodo meminta keapda Gubernur se Indonesia untuk mengalokasikan anggaran dan pembiayaan iuran BPJS Kesehatan untuk warga miskin/tidak mampu yang didaftarkan oleh Pemerntah Provinsi.
"Kami menuntut gubernur menjalankan Instruksi Presiden (Inpres) No. 8 Tahun 2017 dan No. 1 Tahun 2022. Memastikan layanan kesehatan bagi warga miskin, karena dampak dari penonaktifan BPJS warga tidak terlayani secara baik dalam bidang kesehatan," katanya.
Buruh juga meminta Gubernur Jatim membuka kanal pengaduan bagi rakyat miskin/tidak mampu yang terdampak penon-aktifan kepesertaan BPJS Kesehatan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur sehingga masyarat miskin/tidak mampu tersebut mengetahui apa yang harus dilakukan agar dapat mengakses layanan kesehatan.
"Pemprov Jawa Timur wajib berperan aktif mengkoordinasikan dengan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah pusat untuk memastikan warga miskin/tidak mampu Jawa Timur dapat mengakses pelayanan kesehatan hingga yang bersangkutan terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dengan dibiayai oleh APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota ataupun APBN," katanya.
Advertisement