Kematian dan Optimisme, Begini Tuntunan Islam
Kematian adalah peristiwa yang pasti dialami oleh siapapun. Demikian yang pasti terjadi.
Dalam waktu berdekatan sederet ulama menghadap ke Rahmatullah. Sebut misalnya, KH Salahuddin Wahid, Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang. Sebelumnya, Nyai Hj Aisyiah bin Umar, isteri KH Ali Yafie, pun meninggal dunia.
Al-Qur’an menyebutnya sebagai al-yaqin, yang berarti yang diyakini; dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) (Q.S. 15:99).
Terhadap kematian, seorang muslim hendaknya menghadapinya dengan penuh optimisme, dalam arti wajib bersangka baik (husn al-zhann) kepada Allah SWT bahwa Dia akan menyempurnakan balasan baik dari amal ibadah yang dilakukan seseorang semasa hidupnya.
Hadiyan Amrulloh memberikan renungan menarik soal "Kematian dan Optimisme" atas ceramah Prof M Quraish Shihab berikut:
Kata lain kematian adalah ‘wafat’ yang derivatnya dalam bahasa Arab bisa bermakna kesempurnaan (Q.S. 3:57).
Optimisme terhadap kematian juga nisacaya bila seseorang mengikuti petunjuk-petunjuk Allah, dan karenanya mereka yang meninggal dalam keadaan mengikuti petunjuk-petunjuk Allah, tidak perlu dikhawatirkan (Q.S. 2:38).
Itulah diantara poin penting taushiyah Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam acara ta’ziyah atas wafatnya H. Aisyah Binti Umar (almarhumah), isteri dari Prof. Dr. K.H. Ali Yafie, di Bintaro, Sabtu, 1 Februari 2020.
Ajakan menghadapi kematian dengan penuh optimisme ini sangat terasa, salah satunya bahwa orang-orang yang menyiapkan diri dengan amal-amal saleh akan mendapatkan balasan syurga.
Prof Quraish Shihab menyemangati, “Mudah-mudah kita semua masuk syurga”. Bahkan ia berseloroh “Kalau bukan kita, siapa lagi” disambut tawa hadirin. Suasana ta’ziyah yang mirip pengajian itu memang dipenuhi peserta ta’zyah yang selain kerabat, murid, dan keluarga besar Ali Yafie, juga tokoh seperti Prof. Dr. Nasarudin Umar.
Memperkuat sikap optimisme akan masuk syurga ini, Quraish mengutip saydina Umar yang berkata, “Seandainya ada berita hanya satu orang yang tidak masuk syurga itu, maka aku khawatir orang tersebut adalah aku, tetapi jika ada berita hanya satu orang yang masuk syurga, aku berharap orang tersebut adalah aku”.
Prof Quraish kemudian menyebut beberapa kosakata Al-Qur’an terkait kematian, selain wafat dan al-yaqin seperti tersebut di atas, yaitu al-mawt (Q.S.3:185), al-ruju’ (Q.S.2:156) dan rayb al-manun (Q.S.52:30).
Al-mawt, kata Quraish, berarti kematian itu sendiri yaitu berpisahnya jasad dan ruh; al-ruju’ berati kembali yang menandakan kembalinya ruh kepada asalnya, yaitu Allah. “Ruh rindu kembai kepada asalnya”, tegasnya.
Sementara rayb al-manun merujuk kepada kata-kata khayalan orang kafir yang berharap kematian Muhammad terjadi disebabkan faktor alam, seperti terjatuh atau tertabrak kendaraan.
Pada akhir taushiyah, Prof Quraish menyingung bahwa almarhumah Puang Isa, demikian dia menyebutnya, sebagai masuk kategori isteri yang sang suaminya ridha kepadanya sebagai tersebut dalam hadis Rasulullah SAW. Dan, katanya, insya Allah beliau masuk syurga atas jaminan hadis tersebut.
Prof Quraish juga menjelaskan, bahwa berdasar surat al-Baqarah di atas juga, keadaanya di alam Barzakh dan alam Akhirat , tidak perlu dikhawatirkan (akan kebaikan keadaannya), karena almarhumah sudah menunaikan tugas-tugasnya (Q.S. 33:23) dengan baik dalam mendampingi suami, juga membesarkan dan mendidik anak-anaknya.
Wallahu a’lam.
Demikian catatan Hadiyan Amrulloh atas tausiyah Prof M Quraish Shihab.
Advertisement