Kemarin, Tilang bagi Pelanggar PSBB dan Jatim Tak Siap New Normal
Beragam peristiwa pandemi Corona di Jawa Timur masih menghiasi pemberitaan Ngopibareng.id sepanjang Rabu, 20 Mei 2020. Dua peristiwa di antaranya adalah sanksi tilang bagi pelanggar PSBB Malang serta Jatim belum siap berlakukan New Normal.
Tilang Pelanggar PSBB Malang
Mulai Rabu 20 Mei 2020, para pengendara baik itu roda empat pun roda dua yang melanggar ketentuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Malang Raya, akan diberikan sanksi.
“Perhari ini, kami memberlakukan sanksi berupa teguran tertulis sampai tilang,” ungkap Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol Leonardus Simarmata pada Rabu 20 Mei 2020.
Adapun ketentuan yang dilanggar oleh para pengendara ketika pemberlakuan PSBB Malang Raya seperti tidak membawa KTP Malang Raya serta surat keterangan bekerja.
Selain itu, Leo juga mengatakan bahwa pihaknya juga selalu berkoordinasi dengan Pemkot Malang untuk memeriksa sejumlah tempat usaha nakal yang masih buka di tengah PSBB.
“Kalau soal unit usaha kami laporkan kepada Pemkot untuk menindak yang masih melanggar,” tuturnya.
Sebelumnya, Walikota Malang, Sutiaji menemukan dua pusat perbelanjaan pakaian yang masih buka di tengah pandemi covid-19. Sesuai dengan pasal 13 Peraturan Walikota Malang nomor 17 tahun 2020 tentang pedoman PSBB, semua tempat dan fasilitas umum diwajibkan tutup kecuali supermarket, minimarket, pasar, tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis, kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, bahan bakar minyak, gas dan energi
Jatim Belum Siap New Normal
Soal wacana Pemerintah Pusat perihal protokol new normal atau normal yang baru, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya, menilai hal tersebut belum tepat diterapkan di Surabaya dan Jawa Timur (Jatim).
Ketua IDI Surabaya, dokter Brahmana Askandar mengatakan pemerintah harus mempersiapkan dengan matang sebelum menerapkan protokol tersebut. “Kalau di Surabaya belum tepat. Surabaya dan Jatim belum tepat waktunya, untuk melakukan pelonggaran. Karena mengingat rumah sakit (saat ini) juga penuh,” kata Brahmana, ketika dihubungi, Rabu, 20 Mei 2020.
Tidak hanya dari segi sarana dan prasarana medis, menurut Brahmana pemerintah juga harus memberlakukan peraturan secara ketat. Karena kebijakan tersebut berisiko besar, jika diterapkan secara setengah-setengah.
“Jadi kalau ada protokol new normal itu PR (pekerjaan rumah)-nya satu, harus ditaati oleh masyarakat. Ketika new protokol, new normal tidak ditaati masyarakat, hasilnya tidak optimal, korban-korban akan berjatuhan,” ujar Brahmana.
Selain itu, Brahmana berpendapat jika new normal baru bisa diterapkan, jika data kasus korban covid-19 sudah mulai melandai. Sedangkan di lain sisi, hingga sekarang masih belum diketahui kapan puncak masa pandeminya.