Kemarin, Kapolda Dimutasi dan Kritik Gus Maksum
Beragam peristiwa mewarnai pemberitaan Ngopibareng.id sepanjang Jumat, 1 April 2020. Dua peristiwa di antaranya adalah Kapolda Jawa Timur dimutasi serta kritik KH Maksum Faqih terkait abainya pemerintah dalam memperhatikan ekonomi warganya.
Kapolda Dimutasi
Mutasi besar-besara kembali dilakukan di lingkup Kepolisian Republik Indonesia. Tercatat sebanyak 271 perwira tinggi dan perwira menengah yang dimutasi. Mutasi ini dilakukan berdasar Surat Telegram Kapolri No: ST/1377/V/KEP./2020 tertanggal 1 Mei 2020. Perpindahan posisi ini juga terjadi di Jawa Timur. Yakni pemindahan dua jabatan perwira tinggi dan 19 jabatan perwira menengah di lingkungan Polda Jatim. Posisi Kapolda Jatim kini juga diubah oleh Kapolri. Di mana, Kapolda Jatim yang sebelumnya dijabat oleh Inspektur Jenderal Polisi Luki Hermawan, kini diganti oleh Irjen Pol Mohammad Fadil Imran yang sebelumnya menjabat sebagai Staf Ahli Sosial Budaya Kapolri. Sementara Luki dipercaya untuk menjadi Wakil Kepala Lembaga Pendidikan dan Latihan Polri. "Benar terjadi mutasi di lingkup Polri sesuai dengan ST Kapolri," kata Kepala Bidang Humas Polda Jatim, Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko saat dikonfirmasi di Surabaya, Jumat 1 Mei 2020 siang. Tak hanya Kapolda, jabatan Wakapolda Jatim juga mengalami perubahan. Posisi yang sebelumnya dijabat oleh Brigadri Jenderal Djamaludin, kini diganti oleh Brigjen Slamet Hadi Supaptoyo yang sebelumnya menjadi sebagai Karobinopsnal Baharkan Polri. Brigadri Jenderal Djamaludin kini dimutasi sebagai Widyaiswara Kepolisian Utama TK I Sespim Lemdiklat Polri. Dalam mutasi ini, terdapat pula perubahan tiga posisi pejabat utama di Polda Jatim. Yakni jabatan Irwasda Polda Jatim, Kabiddokes Polda Jatim dan Direktur Tahanan dan Barang Bukti Polda Jatim. Mutasi juga terjadi pada sejumlah Polres Jajaran Polda Jatim.
Kritik Gus Maksum
Forum Silaturahmi Gawagis Nusantara, menilai pemerintah tidak melakukan sesuatu yang signifikan untuk menghadapi pagebluk virus Corona, Covid-19. Pemerintah hanya sibuk ngomong di media untuk melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) namun abai dalam memikirkan perut rakyat. "Mereka sibuk seolah-olah social distancing dan pembatasan lain adalah segalanya. Tapi mereka tidak memikirkan hajat hidup orang banyak," kata Ketua Forum Silaturahmi Gawagis Nusantara, KH Maksum Faqih (Gus Maksum), Jumat, 1 Mei 2020. Pengasuh Pondok Pesantren Langitan, Tuban ini mengatakan, masyarakat juga butuh pekerjaan. Tiap hari, mereka butuh makan. Tidak mungkin masyarakat dibatasi pergerakkannya namun tidak ada solusi apapun untuk kebutuhan sehari-hari. Gus Maksum mencontohkan, para pekerja harian yang mengandalkan transportasi umum. Saat ini kesulitan mendapatkan transportasi karena banyaknya kendaraan yang menghentikan usahanya. "Kemarin saya melihat sendiri, pekerja yang menunggu bus untuk pulang, dari siang, sampai magrib harus berbuka di trotoar, sampai isyak sampai malam busnya ndak datang-datang juga," ujarnya. Bagaimana pula nasib tukang becak yang tidak bisa lagi bekerja akibat pembatasan sosial. Tukang becak, kata Gus Maksum, tentu berbeda dengan angkutan online yang setidaknya masih memiliki kendaraan bermotor. Tukang becak tidak mungkin menggadaikan becaknya karena tidak akan ada yang mau. Lantas darimana tukang becak ini harus mendapatkan makan jika menarik becak dilarang? Yang lebih parah, kata Gus Maksum, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota ternyata juga tidak melakukan tindakan yang kongkrit. Mereka hanya sibuk menghitung jumlah positif Corona, namun menutup mata berapa sejatinya korban riil yang tidak bisa makan akibat kebijakan imbas Corona ini. Gus Maksum juga menyayangkan pesantren sejauh ini ternyata tidak pernah diajak ngomong. Padahal pesantren memiliki ribuan santri. Juga rentan tertular corona. Harusnya bisa diajak bicara dan diberikan solusi langkah yang harus dihadapi. "Pesantren dibiarkan untuk melawan Corona sendiri. Padahal pesantren juga harus merawat lingkungan sekitar. Pesantren juga harus membantu warga sekitar pondok," kata Gus Maksum. Warga sekitar pesantren yang mayoritas merupakan warga kurang mampu, saat ini juga menunggu bantuan dari pemerintah yang katanya akan segera dibagikan. Entah kapan bantuan itu datang. Yang pasti pengasuh pesantren dan para gawagis saat ini harus sibuk menenangkan warga di bawah. "Mungkin sekarang warga masih bisa sabar karena Ramadhan. Tapi kalau lapar warga lama dibiarkan. Kami kawatir akan terjadi gesekkan. Kalau sudah ada gesekan di bawah siapa yang bisa menenangkan? ujungnya tetap para Kiailah yang nanti pasti dijadikan garda di depan," ujar Gus Maksum. Karenanya, dalam kesempatan ini, Gawagis mendesak pemerintah melakukan tindakan nyata untuk membantu ekonomi masyarakat. Pesantren juga harus dilibatkan karena pesantrenlah garda terdepan yang dekat dengan masyarakat. "Saya pengen melihat langkah yang nyata dari pemerintah. Bagaimana orang mau sehat kalah makan saja susah, hatinya nelongso terus. Kalau masyarakat kenyang, tidak usah dilarang pasti mereka akan nurut dan tetap di rumah," kata dia.
Advertisement