Kemarin, Cak Anam Kerahkan Jin dan Risma Tolak Imbauan MUI
Dua informasi yang tersaji di ngopibareng sepanjang Senin, 12 November 2019 menjadi yang paling disorot pembaca. Yakni rencana pengelola Astra Nawa yang akan mendatangkan jin dan malaikat serta Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang menolak imbauan MUI.
Mantan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Choirul Anam menolak menyerahkan Graha Astranawa kepada PKB dan berkoar akan mengerahkan jin dan malaikat untuk menghadang proses eksekusi dari PKB Jatim.
"Hari Rabu, 13 November 2019 besok, saya undang wartawan semua untuk datang. Mereka kalau mau eksekusi pakai cara kekerasan, lihat apa yang kita kerahkan, jin dan malaikat seisi ruangan ini akan melawan," kata Anam saat ditemui di Graha Astranawa, Surabaya, Senin 11 November 2019.
Anam tak menyangkal telah menerima surat untuk segera mengosongkan Graha Astranawa dari pengadilan, setelah kasusnya kalah.
"Lihat, hakim dulu awalnya bilang tenang semua bisa diatur. Lah saya bilang saya gak mau keluar uang apa pun karena ini milik saya. Saya kemudian dikalahkan dan ternyata uang yang bicara sekarang. Pengadilan negeri bukan tempat untuk mengadili, hanya pengadilan tuhan yang maha benar," ujarnya.
Anam mengaku membeli tanah tersebut hasil hibah dari Yayasan Kas Pembangunan sekitar tahun 1997, setahun sebelum PKB didirikan.
"Ini bukan pemberian YKP. Ini saya beli pada 14 Juni 1997 dan ada bukti 4 STHM. Dulu saya dan lima kiai sepuh di Jatim membangun PKB," katanya.
Anam membeberkan bahwa dulu diminta Gus Dur untuk mencari tempat untuk dijadikan kantor DPW PKB Jatim. Anam kemudian meminjamkan Graha Astranawa sebagai kantor DPW.
"Saya bilang ke Gus Dur, daripada gak saya pakai dan eman uangnya buat ngontrak. Akhirnya dipakai di sini, namun air dan listrik partai yang membayar," katanya.
"Karena saya dulu ketua PKB, sehingga ngasih dua ruangan di Astranawa untuk kantor DPW PKB Jatim, lha kok sekarang hak saya dirampok," katanya.
Kata Anam, sampai kapanpun ia akan melawan PKB. Anam menilai karena yang dilakukan partai yang dipimpin Muhaimin Iskandar itu adalah bentuk perampokan.
"Menurut hukum positif dan hukum agama adalah perampokan, makanya saya harus melawan. Bahkan, kalau saya mati itu kan jihad,” kartanya.
Imbauan MUI
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menanggapi imbauan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait salam pembukaan pidato untuk lintas agama. Menurut Risma, itu hak MUI untuk mengeluarkan imbauan, namun ia tak mempermasalahkan hal itu.
"Ya tidak masalah kalau mau melarang," kata Risma, Senin 11 November 2019 di rumah dinas Wali Kota Surabaya.
Namun, ia sedikit mempertanyakan imbauan itu. Sebab, tak semua warga Surabaya beragama Islam. Selain itu, ia juga pemimpin semua rakyat yanga ada di kota Surabaya.
"Warga saya ini banyak. Orang Surabaya ini banyak. Beda-beda agamanya. Masa dilarang gitu. Kan ini untuk seluruh warga, bukan satu kelompok saja. Saya punyanya warga seluruh Surabaya. Ini warga saya," kata Risma.
Menurutnya, pelarangan itu tidak akan berdampak apa-apa kepada dirinya. Ia akan terus mengabdi dan bekerja untuk rakyat Surabaya yang majemuk. Baik dari suku, agama, hingga ras.
"Kalau bilang salah ya sudah. Ini saya untuk warga Surabaya," katanya.
Sementara itu, Kepala Bagian Humas Febriadhitya Prajatara menyebut tak ada standar baku yang yang ditetapkan pemerintah menyangkut protokoler terkait menyebutkan salam untuk semua agama. Kata dia, banyak pejabat negara yang mengucap salam untuk semua agama karena mungkin mengikuti gaya dari Presiden Joko Widodo.
"Kalau yang memulai Pak Jokowi, ya itu mungkin style-nya. Sama seperti ibu, itu style-nya untuk menghormati warga Surabaya yang berbeda-beda ini," kata Febri.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengimbau kepada para pejabat negara untuk tidak mengucapkan salam pembuka semua agama saat sambutan resmi. Imbauan ini terlampir dalam Surat Taushiyah bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang ditandatangani langsung oleh Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori.
Menurutnya, pengucapan semua salam lintas agama itu kurang sesuai dengan nilai-nilai agama, khususnya Islam. Dalam agam Islam, salam yang diucapkan oleh seseorang diartikan sebagai doa untuk orang lain. Sehingga tidak patut apabila ibadah dicampuradukan dengan agama lain.
"Jadi kan itu doa. Nah itu bagian dari ibadah. Ya tidak tepat lah mendudukan ibadah dicampur-campur begitu," kata Kyai Somad kepada ngopibareng.id, Minggu 10 November 2019.