Kemarau, Petani Blitar Ciptakan Varietas Jagung Tahan Kekeringan
Petani dari Desa Sukorejo, Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar, Iwan Pitono berhasil menyilangkan benih jagung yang tahan kekeringan akibat El Nino. Bahkan jagungnya masih bisa bertongkol dua.
Iwan Pitono mengatakan, benih jagung yang diciptakannya adaptif tahan terhadap kekeringan. Selain menciptakan benih yang tahan terhadap kekeringan, Iwan juga menciptakan benih jagung yang tahan terhadap genangan.
Iwan menjelaskan, tempat tinggal Iwan yang berada di pegunungan dengan ketinggian 400 sampai 500 dari permukaan laut merupakan lahan tadah hujan, dengan daerah yang kekurangan air. Saat ini cuaca sangat panas, mendorongnya menciptakan benih sesuai dengan kebutuhan petani di lingkungannya sendiri.
Iwan bercerita, seringkali benih jagung yang dibeli dari perusahaan benih tidak cocok untuk ditanam di wilayahnya. Ketika ditanam di dataran rendah terlihat bagus pertumbuhan dan produksinya. Saat ditanam di dataran tinggi di wilayahnya tidak bisa tumbuh normal dan jagungnya kecil.
Dari hasil ciptaannya varietas benih yang tahan kering dan tahan genangan tersebut, Iwan pernah mendapatkan penghargaan lomba kreativitas inovasi dan Teknologi (Krenotek) tahun 2023 yang diselenggarakan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah ( Bapeda ) Kabupaten Blitar
Perjuangan Iwan agar petani di sekitarnya tidak mengalami kerugian terus menerus, melakukan penelitian untuk mendapatkan varietas benih jagung sejak tahun 2018, dengan bekal ilmu pengetahuan yang didapatkan sewaktu mendapatkan pelatihan tentang perbenihan di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lawang, Malang.
Selain itu Iwan mengaku juga pernah mendapatkan pelatihan di Jurusan Hama Penyakit dan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Dari beberapa pelatihan yang diikutinya Iwan menceritakan proses untuk mendapatkan varietas benih yang tahan kekeringan dan tahan genangan, bahkan tahan terhadap serangan hama penyakit ulat. "Saya pernah mendapatkan informasi dari Profesor Totok bahwa ada Pesmol (Pestisida Mikro Organisme Lokal). Ini kita bisa memindahkan sifat liar tanaman ke tanaman lain," katanya.
Mikro organisme lokal yang ada di dalam akar tanaman gulma yang tahan terhadap kekeringan, genangan dan serangan ulat kemudian diambil dan ia sisipkan kepada tanaman jagung. "Dari bibit jagung galur, kita coba masukkan ketika jagung mulai berkecambah, dan dilakukan berulang-ulang setiap 10 hari sekali," lanjutnya.
Lanjut Iwan kemudian tanaman itu dilakukan selfing (penyerbukan sendiri) buah jagungnya dicungkup agar tidak terkontaminasi dengan polen-polen (serbuk sari ) yang lainnya, agar hanya menyerbuk sasaran tanaman sendiri.
Iwan menjelaskan bagaimana proses selfing terjadi, melalui penyerbukan manual, “Kita bawa amplop, kita tutupi bunga jantannya diketek-ketek serbuknya diserbukan ke bawah bunga betina yang ada rambutnya," katanya.
Setelah panen diambil dipilih 20 butir, kemudian ditanam lagi 20 butir kembali, kemudian dites lagi sesuai dengan keinginan. Melalui proses tersebut Iwan merasa beruntung mendapatkan dua butir calon benih yang sesuai yang diinginkannya.
Dari dua butir tersebut, ia kemudian menanam kembali menggunakan prosedur yang sama dari proses selfing agar tidak terkontaminasi dengan yang lainnya.
Setelahnya dari dua butir tersebut Iwan berhasil menanam dua ratus butir dan hasil panennya untuk diuji pada lahan kering dan genangan.
Dari tanaman yang diuji di lahan kering dan genangan tersebut, Iwan kemudian mengawinkan dengan memilah mana bibit superior yang paling tahan kekeringan, genangan dan hama, baik jantan dan betina.
Lanjut Iwan, setelah itu pihaknya mengirim benih yang berbeda beda masing masing jenis 0,5 kilogram ke jaringan komunitas pemulia benih ke daerah- daerah seperti Sumatera, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua, Sulawesi, Banyuwangi, Jember dan beberapa daerah lainnya untuk mendapatkan respons petani yang menjadi pilihannya.
Dari sekitar 25 jenis hasil persilangan yang disebar ke daerah di atas, mengerucut empat jenis benih hibrida yang menjadi pilihan dan telah menjalani uji multi lokasi (UML).
Dari beberapa tempat dilakukan UML, Iwan mengaku mengetahui kelebihan dan kekurangan masing- masing jenis varietas jagung hasil persilangannya.
Iwan mengaku proses untuk menemukan varietas benih yang tahan kekeringan, tahan genangan dan tahan hama penyakit tersebut memakan waktu hingga 5 tahun, sejak 2018.
Iwan melakukan persilangan dengan metode Multy Parent at Fun Genomik Inter Crossing (MAGIC), yaitu mempersilangkan parent turun galur yang dilakukan berulang ulang selama tiga kali selfing dan kemudian menemukan benih yang diinginkannya.
Iwan menyebut benih jagung hasil temuannya dengan nama Budidaya Jagung untuk Ketahanan Nabati atau Bagaspati . Iwan mengakui bahwa Hasil temuannya saat ini memang belum ada keseragaman tongkol jagung, maupun batangnya, meski fitur ketahanan terhadap kekeringan dan genangan maupun hama penyakit sudah terbentuk.
Melalui benih jagung dari hasil penemuannya Iwan mengaku bisa efisiensi kebutuhan pupuk sampai 60 persen
Sebagai pemenang lomba Krenotek 2023, Iwan berharap difasilitasi oleh pemerintah agar hasilnya penemuannya bisa dinikmati oleh petani tapi tidak dipermasalahkan oleh aparat penegak hukum, melalui sertifikat pelepasan benih. Iwan sadar bagi inovator benih seperti dirinya, mempunyai potensi dipermasalahkan oleh aparat penegak hukum, bila legalitas labelnya belum terpenuhi. "Sementara untuk mendapatkan sertifikat pelepasan benih tersebut, butuh biaya mencapai Rp 450 juta", pungkasnya.