Kemarau di Banyuwangi Juga Sebabkan Harga Beras Naik
Kenaikan harga beras yang terjadi belakangan ini dipicu oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah turunnya produktivitas padi. Khusus di Banyuwangi, penurunan produktivitas beras ini dipicu alih fungsi lahan dan alih komoditi pertanian yang dilakukan petani.
Pimpinan Cabang Bulog Banyuwangi, Harisun, menyatakan, fenomena El Nino juga memiliki andil atas terjadinya kenaikan harga beras. Sebab fenomena El Nino memicu produktivitas pertanian termasuk beras, menurun.
“Karena produktivitas Pertanian juga kurang, karena rusak kekeringan,” tegasnya, usai meninjau suplai beras SPHP di Pasar Banyuwangi, Kamis, 31 Agustus 2023 kemarin.
Kondisi ini membuat para pengusaha penggilingan padi kelimpungan. Karena penggilingan padi juga kesulitan untuk mendapatkan gabah. Bahkan penggilingan padi yang ada di Banyuwangi seringkali harus mendatangkan beras atau gabah dari luar daerah.
Selain itu, menurutnya, penurunan produktivitas pertanian juga terdampak dari lahan yang fungsinya dialihkan ke perumahan. Tidak hanya itu, banyak juga lahan padi produktif yang tanamannya dialihkan ke komoditi lain seperti jagung, buah naga dan lainnya. “Ini akan mengurangi produktivitas padi,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Dwi Yanto menyatakan, ada beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab naiknya harga beras ini. Menurutnya, bisa jadi beras itu ada namun dimainkan oleh pihak-pihak tertentu.
Dalam rangka menghindari pemain-pemain seperti itu, menurutnya, salah satu langkah antisipasi yang dilakukan adalah dengan pelaksanaan gerebek pasar seperti yang dilakukan Bulog. Namun menurutnya, juga perlu dilakukan langkah ilmiah untuk mengatasi minimnya produktivitas beras ini.
“Upaya ilmiahnya adalah, perlu ada intensifikasi pertanian. Sehingga nanti ditingkatkan panen 4 bulan menjadi Panen 3 bulan bahkan 2 bulan,” tegasnya.
Tidak hanya itu, lahan tidur juga bisa dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Termasuk di lahan tumpangsari di hutan.
Mengenai alih lahan untuk perumahan saat ini sudah tidak ada lagi. Dia menyebut, untuk mencegah alih fungsi lahan menjadi perumahan sudah dilakukan melalui program lahan sawah dilindungi (LSD). Dengan adalah LSD ini, saat ada pihak yang ingin mengajukan perizinan pembangunan maka akan dilakukan gelar perkara. “Ketika sudah LSD maka akan terkunci,” tegasnya.
Namun untuk petani yang melakukan alih komoditi ke agribisnis merupakan hak masing-masing petani. Dalam hal ini Pemkab Banyuwangi tidak bisa melakukan intervensi. Sebab petani bebas memilih keuntungan yang besar dari komoditi yang ditanamnya. “Ketika lombok maupun buah naga bisa lebih menghasilkan maka kita tidak bisa mencegah,” ujarnya.
Dwi Yanto menambahkan, untuk menjaga sumberdaya manusia di bidang pertanian, Pemkab Banyuwangi sudah melaksanakan upaya pelatihan dan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia di bidang pertanian dengan berbasis teknologi. Misalnya program Jagoan Tani. Program ini juga dalam rangka ada diseminasi imbas kompetensi.
“Jangan sampai dilatih kemudian dia berhenti untuk dirinya sendiri. Maka di Desa-desa dia ikut mengembangkan keilmuan itu. Sehingga banyak milenial yang ikut terjun ke petani,” ujarnya.
Advertisement