Kemarau, Dasar Sungai Bengawan Solo di Bojonegoro Mulai Terlihat
Dasar Sungai Bengawan Solo yang melintas di Kabupaten Bojonegoro mulai nampak, pada Sabtu 31 Agustus 2024. Menyusul kemarau yang mengalami puncaknya pada akhir Agustus hingga September 2024 ini.
Terlihat di atas jembatan Sosrodilogo yang menghubungkan antara Kecamatan Kota Bojonegoro dengan Kecamatan Trucuk, permukaan tanah di Sungai Bengawan Solo telah nampak. Padahal, saat musim hujan datang, kedalaman air di sungai bisa mencapai 10 hingga 15 meter. Tetapi, sekarang ini, air sungai dangkal.
Meski terlihat dangkal, tetapi sebagian di permukaan ini, terdapat beberapa cekungan sungai. Dalamnya, jika berada di kawasan sekitar Jembatan Sosrodilogo antara 3 hingga 5 meter. Sedangkan di tempat lain, seperti di bekas tambangan perahu utara Pasar Besar Bojonegoro, bisa mencapai 5 hingga 7 meter.
Warga yang tinggal di pinggir Sungai Bengawan Solo, kerap menyebut cekungan itu dengan nama kedung. Biasanya kedung ini, digunakan warga untuk memancing atau juga beraktivitas lain, seperti menjaring ikan.
Hanya saja, warga juga kerap hati-hati jika mandi di kawasan kedung di Sungai Bengawan Solo. Karena selain airnya yang dalam, kerap terjadi orang tenggelam.
“Kedung biasanya cukup dalam di Sungai Bengawan Solo. Airnya terlihat dangkal, tapi menghanyutkan,” ujar Hendro, warga Kelurahan Ledok Kulon, yang rumahnya berjarak sekitar 100 meter dari Sungai Bengawan Solo.
Sementara itu terkait dengan menyusutnya air di Sungai Bengawan Solo, diperkirakan untuk mengaliri pertanian. Pasalnya sejumlah kecamatan di Kabupaten Bojonegoro, pengairan sebagian diambil dari air sungai. Misalnya di beberapa desa di Kecamatan Padangan, Kasiman, Malo, Trucuk, Kalitidu, Gayam. Kemudian juga di Kecamatan Balen, Sumberejo, Kanor dan Baureno.
Air Sungai Bengawan Solo, disedot untuk kemudian dialirkan ke sawah untuk pengairan. Contohnya di Desa Gedongarum, Kecamatan Kanor, areal tanam luas sekitar 100 hektare lebih, saat kemarau airnya juga memanfaatkan Sungai Bengawan Solo.
Maklum Kecamatan Kanor selama ini, dikenal dengan lumbung padi Kabupaten Bojonegoro. Beberapa desa di kecamatan ini, musim tanam minimal dilakukan dua kali dalama satu tahun, bahkan ada yang tiga kali dalam satu tahun. “Ya, di Kecamatan Kanor, pertanian bisa tanam minimal dua kali dalam satu tahun,” ujar Hadi, warga Kecamatan Kanor pada Ngopibareng.id. Namun dengan airnya Sungai Bengawan Solo yang menipis, terutama pada September ini, petani mesti harus hemat dengan kebutuhan air untuk pertanian.