Kemarau Basah, Produksi Tembakau Bojonegoro Terancam Turun
Produksi tembakau di Kabupaten Bojonegoro tahun ini, terancam turun. Menyusul adanya fenomena kemarau basah (musim kemarau tapi hujan tetap tinggi), saat musim tanam tembakau awal Mei lalu.
Data di Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Bojonegoro menyebutkan, target musim tanam lahan tembakau tahun 2022 total sebanyak 11.200 hektare. Rinciannya, tembakau virginia 9200 hektare dan tembakau Jawa seluas 2000 hektare. Sedangkan target produksi sebanyak 14.320 ton tembakau.
"Bisa jadi akibat kemarau basah mempengaruhi jumlah produksi tembakau tahun 2022 ini," ujar Pengawas Mutu Hasil Pertanian Ahli Muda Sub-Koordinator Tanaman Perkebunan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Bojonegoro Bambang Wahyu pada Ngopibareng.id, Senin 27 Juni 2022.
Kemarau basah, lanjutnya, berdampak pada pola tanam pertanian. Yang harusnya pada awal Mei saat musim tanam tembakau pertama, tapi karena curah hujan masih tinggi, sehingga banyak tanaman mati.
Bambang Wahyudi mencontohkan, pada awal Mei lalu petani di beberapa kecamatan telah tanam tembakau. Antara lain di Kecamatan Kepohbaru, Kedungadem, Sugihwaras, dan Baureno.
Saat awal, tanaman tembakau berumur satu hingga tiga pekan terjadi hujan deras yang mengakibatkan mati. Petani melakukan penyulaman (tanam kembali dengan benih baru), tapi juga banyak mati.
"Makanya kita berharap, saat hujan tinggi petani menunda dahulu tanam tembakau, bisa ganti lainnya," imbuh Bambang Wahyudi.
Sementara koordinator penyuluh pertanian di Kecamatan Kepohbaru, Andik, menyebut, lahan tembakau baru ada dua desa, yaitu Desa Cengkir dan Desa Pejok yang tanam tembakau, dengan luas sekitar 500 hektare. Tapi karena masih hujan, petani beralih tanam, dari tembakau ke padu, kedelai atau kacang hijau.
"Karena banyak tanaman tembakau mati," ujarnya.
Beruntung, lanjut Andik, benih tembakau bantuan dari Pemerintah Bojonegoro. Jatahnya sebanyak 0,5 kilogram untuk 50 hektare lahan (satu hektare lahan butuh 10 gram benih). "Ya, untuk sementara ganti tanaman," ujarnya.
Ketua Kelompok Tani Desa Cengkir, Kecamatan Kepohbaru, Haji Sahli mengatakan, di desanya ada sebanyak 350 hektare tanaman tembakau yang digarap sebanyak 600 petani yang terbagi empat kelompok tani. Petani sudah mulai tanam tembakau awal Mei lalu. Tapi karena cuaca, kini tanaman tembakau sudah diganti padi dan kedelai.
"Tanaman diganti karena pada mati akibat hujan," ujarnya.
Haji Sahli mencontohkan, petani terpaksa menyulam tembakau yang mati. Tak tanggung-tanggung, sebanyak lima kali diganti. Tapi, tanaman berumur 2-4 pekan tetap mati, meski ada sebagian yang hidup.
Yang kini jadi masalah, lanjut H Sahli, upah untuk tenaga kerja cukup tinggi. Karena ongkos tanam rata,-rata Rp 125.000 per hari. Dan untuk menggarap seperempat hektare atau sebanyak 2500m2 butuh sebanyak 15 orang dan digarap selama tiga hari.
"Jadi satu orang penggarap butuh biaya Rp 375 ribu untuk tiga hari tiap orangnya. Kini petani tembakau rugi,," imbuhnya.
Data DKPP Bojonegoro pada 2020 luas lahan tembakau untuk tembakau jenis virginia seluas 8227 hektare dan tembakau jenis Jawa seluas 2089 hektare atau total seluas 10.316 hektare dengan jumlah produksi total 11958 ton tembakau.
Untuk musim tanam 2021, untuk tembakau jenis virginia seluas 9101 hektare dan tembakau jenis Jawa seluas 2052 hektare atau total 11.153 hektare dengan jumlah produksi sebanyak 14.317 ton tembakau.