Keluasan Ilmu Kunci Sikap Toleransi, Ini Penjelasan Ulama
Indonesia tengah krisis toleransi. Di tengah mengerasnya politik identitas, toleransi menjadi perbincangan menarik untuk dipraktikkan di tengah masyarakat yang majemuk di bumi Nusantara ini.
Benarkah sikap intoleran timbul akibat kekurangpahaman terhadap nilai agama?
Semakin seseorang banyak wawasan dan pengetahuan, semakin membukakan pintu toleransi bagi orang lain. Karena itu, cakrawala pandangan dan pemahaman yang baik tentang ajaran Islam, akan menjadikan seorang Muslim mampu menerima perbedaan dan toleran terhadap orang lain.
Berikut penjelasan KH Cep Herry Syarifuddin, Pengasuh Pesantren Sabilurrahim Mekarsari Cileungsi Bogor:
Pepatah Inggris yang menyatakan : "a little knowledge is dangerous = sedikit pengetahuan itu membahayakan." Memang ada benarnya. Orang yang punya pengetahuan sedikit seringkali terjebak dalam kesombongan, mudah menyalahkan orang lain, merasa diri paling benar.
Sebaliknya orang yang berilmu luas, justeru lebih kalem, rendah hati /tawadhu', menghargai perbedaan pendapat. Maka hendaklah kita terus memperdalam ilmu, tidak henti-hentinya belajar, agar kita semakin faham, banyak tahu, mengerti dalil dan alasan orang lain yang berbeda dengan kita, sehingga tidak mudah menyalahkan orang lain.
Para ulama madzhhab yang empat juga bertoleransi satu sama lain, saling menghargai, saling menghormati pendapt yang berbeda di antara mereka. Tidak ada yang saling menyalahkan atau merasa lebih benar daripada yang lain. hal itu dkarenakan ilmu mereka yang sangat luas dan dalam.
Keluhuran ilmu yang dimiliki masing-masing justeru semakin membentuk jiwa-jiwa yag tawadhu’ (rendah hati). Semakin dalam ilmu justeru semakin merasa masih bodoh, masih banyak yang belum diketahui, oleh karenanya mereka terus belajar dengan sesama mereka.
Sebagai contoh, Imam Syafi’i belajar kepada Imam Malik, setelah itu, beliau belajar kepada dua murid terkenal Imam Abu Hanifah yaitu Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan as-Syaibani. Begitu pula Imam Hambali berguru juga kepada Imam Syafi’i. Jadi semua Imam madzhab yag empat itu memiliki sumber keilmuan yang terkait satu sama lain. Seguru seilmu.
Buya Hamka, tokoh Muhammadiyah saja sewaktu baru mempelajari kitab-kitab dalam jumlah terbatas pernah menyalahkan orang yang qunut. Namun setelah mempelajari lebih dari 1000 kitab, akhirnya beliau di masa tuanya berqunut juga.
Syekh Abdullah bin Bayah berkata : “ Tidak memahami khilaf (perbedaan pendapat), menjadikan seseorang berpikiran sempit.Ia tidak mampu melihat kebaikan pada pihak lain. Karena itu ia mudah menghukumi kafir, fasiq dan bid’ah.
Sayyid Muhammad Alwi al-Maliky juga pernah menuturkan : “Orang yang ilmunya luas, maka ia akan sedikit mengingari atau menyalahkan orang lain yang berbeda dengannya.”
Maka teruslah belajar, menimba ilmu dari siapa saja, di mana pun dan kapan pun, agar kita semakin arif dan bijaksana,mampu bertoleransi, menghargai setiap perbedaan yang ada, baik perbedaan pendapat, keyakinan, suku, bangsa dan golongan.