Keluarga Harmonis! Siti Aisyah Marah Nabi pun Jaga Perasaan Istri
Dalam suatu data menunjukkan tingkat perceraian di sejumlah daerah cukup meningkat. Pelbagai alasan menjadi penyebabnya. Seperti ketidakharmonisan rumah tangga karena faktor ekonomi. Suami kurang mencukupi kebutuhan rumah tangganya.
Benarkah sekadar soal ekonomi, yang menjadi penyebab retaknya bangunan rumah tangga?
Bagaimana pelajaran Islam, yang dituntunkan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (SAW)? Berikut di antara kisah kehidupan Rasulullah SAW, yang patut menjadi pengilon bagi kehidupan kita kini.
Memang, mahligai rumah tangga tidak akan pernah lepas dari konflik manusiawi. Adakalanya susah, senang, sedih, gembira, marah, dan cemburu satu sama lain terhadap pasangan.
Tak terkecuali rumah tangga Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (SAW), pernah suatu ketika Aisyah RA marah kepada Rasulullah SAW. Kemarahan Aisyah RA tidak diekspresikan secara jelas, akan tetapi Nabi SAW menyadarinya.
Hadits Nabi SAW
Kejadian itu terekam dengan jelas pada hadits sahih riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْلَمُ إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى قَالَتْ فَقُلْتُ مِنْ أَيْنَ تَعْرِفُ ذَلِكَ فَقَالَ أَمَّا إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً فَإِنَّكِ تَقُولِينَ لَا وَرَبِّ مُحَمَّدٍ وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى قُلْتِ لَا وَرَبِّ إِبْرَاهِيمَ قَالَتْ قُلْتُ أَجَلْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَهْجُرُ إِلَّا اسْمَكَ
Dari Aisyah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah bersabda kepadaku, “Sesungguhnya aku benar-benar tahu saat kamu senang padaku dan saat kamu marah padaku.”
Aisyah berkata, “Aku bertanya, “Dari mana Engkau mengetahui hal itu?” maka Nabi pun menjawab, “Jika kamu senang padaku maka kamu berkata, ‘Demi Tuhan Muhammad.’
Namun bila kamu sedang marah padaku, maka kamu berkata, ‘Tidak. Demi Tuhan Ibrahim.'”
Aku pun berkata, “Demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak menyebut namamu (saat marah).” (HR Bukhari dan Muslim)
Al-Qadhi ‘Iyadh menjelaskan dalam karyanya Ikmalul Mu’allim bi Fawaidi Muslim bahwa kemarahan Aisyah SAW kepada Nabi SAW disebabkan kecemburuan yang masih dapat ditoleransi, sebagaimana kecemburuan perempuan pada umumnya.
Bahkan Imam Malik dan ulama Madinah lainnya menjadikan hadits ini sebagai argumen perempuan tidak dijatuhi hukuman ketika menuduh suaminya berzina saat dia cemburu. Karena sebenarnya cemburu itu pertanda saking cintanya istri kepada suami.
Ulama lain juga memberi komentar pada hadis di atas. Misalnya Ali bin Sulthan dalam kitabnya Mirqatul Mafatih mengomentari perkataan Aisyah, “Aku tidak menyebut namamu (saat marah).”
Pendapat Ali bin Sulthan, meski saat marah Aisyah tidak menyebut nama Nabi dalam sumpahnya, tetapi rasa cinta Aisyah kepada Nabi SAW tetap tertanam di hati selamanya.
Hadits di atas juga menunjukkan seorang suami hendaknya peka terhadap tanda-tanda rasa kesal istri, baik karena marah atau cemburu.
Suami juga dituntut mampu menyikapi rasa kesal istri dengan wajar serta bijaksana persis seperti apa yang Nabi SAW lakukan kepada Aisyah RA. Wallahu a’lam.
Demikian semoga bermanfaat. Wallahu a'lam bisshawab.