Keluarga Besar Walikota
Kalau ingin tahu balaikota yang punya selera, datanglah ke Batu. Namanya Balaikota Among Tani. Meski namanya Among Tani, bangunannya keren. Perpaduan antara arsitektur kolonial dengan minimalis.
Lokasinya eksotis. Membelakangi gunung Panderman. Menghadap ke jalan utama Malang-Kediri. Cantik sekali.
"Ini visinya Mas Edi. Saya hanya meneruskan. Merawat dan menambah pernik-perniknya," kata Walikota Batu Dewanti.
Edi yang dimaksud adalah Edi Rumpoko. Walikota Batu yang mengubah wajah kota itu. Yang menjadikan kota wisata terbaik di Jatim.
Dewanti tak lain istri Edi Rumpoko. Ia menggantikannya posisi suaminya yang sudah hampir dua periode menjadi walikota. Melalui Pilkada berikutnya.
Saya baru masuk kantor Balaikota Batu ini kali pertama. Halamannya sudah impresif. Penuh dengan tanaman dan bunga. Indah.
Begitu masuk beranda, seperti tak di kantor pemerintahan. Impresif. Terkesan ramah. Tak banyak penjaga berbaju ASN, apalagi Linmas.
Ada petugas setengah tua yang ramah. Selalu menunjukkan arah setiap tamu yang datang. Tamu walikota maupun yang sedang mengurus layanan.
Ruang tempat walikota berkantor terkesan hommy. Pomah kata orang Jawa. Tidak ada kesan angker. Seperti kursi dengan sandaran tinggi atau lainnya.
Kursi tamunya langsung berhadap-hadapan. Di ujung ada meja kerja walikota. Di depan meja itu ada kursi dengan roda.
Kalau ada tamu, walikota langsung menarik kursi yang dipakai staf menghadapnya. Dia tarik sendiri saat saya dan kawan lain bertamu. Tak terkesan formal.
"Saat periode pertama Pak Jokowi ada 5 menteri ke sini. Dipimpin Pak Darmin Nasution. Ada juga Pak Basuki," cerita Walikota Dewanti.
Begitu lihat Balaikota Among Tani ini, Menteri PUPR Basuki Hadimulyono berkomentar keras. "Ed, kantormu lebih baik dari kantorku," cerita Dewanti menirukan Basuki.
Di ruangan itu tak hanya terpajang foto Walikota Dewanti. Tapi juga foto Edi Rumpoko dan ayahnya, Walikota Malang (1973-1983) Kolonel Soegijono.
Melihat foto kedua orang itu di ruangan Walikota Dewanti, pikiran saya langsung melayang ke masa lalu. Mengingat kepemimpinan Walikota Soegijono dan Edi Rumpoko. Bapak dan anak.
Kebesaran Soegijono sebagai walikota Malang tercermin dari panggilan yang melekat kepadanya. Ia dipanggil dengan sebutan Ebes. Ini sebutan Bapak untuk arek Malang.
Namanya sebagai walikota tetap melegenda sampai sekarang. Ia dikenal sebagai walikota yang berani dan sekaligus dekat dengan semua kalangan.
Seorang kepala daerah memang akan dikenang sepanjang ia menjadi pengubah wajah daerahnya. Pengubah sekaligus peramah. Dicintai bukan ditakuti.
Soegijono lebih dikenal sebagai walikota tegas dan berani. Mungkin karena ia berlatarbelakang tentara. Popularitasnya berlanjut sampai ia menjadi Wakil Gubernur Irian Barat --kini Papua.
Edi --seperti juga bapaknya-- juga berhasil mengubah wajh Batu. Dari yang dulu menjadi bagian dari Malang, menjadi kota dengan ikon paling kuat sekarang: pariwisata.
Ia berhasil menjadikan kota itu sebagai destinasi yang tak membosankan. Tidak hanya kebesaran Jatim Park sebagai themepark yang terus berkembang. Tapi juga lainnya.
Themepark yang dikembangkan secara berkelanjutan menjadi lokomotif potensi wisata lainnya. Baik yang berbasis agro maupun kegiatan lain seperti paralayang dan lain sebagainya.
Sayang, akses infrastruktur ke arah Batu belum tergarap optimal. Jalan tol hanya sampai Malang. Itu pun tidak ada signed jelas di exit tol menuju kota pariwisata itu. Bikin kebablasan atau kesasar orang yang terbiasa ke sana.
"Kami selalu menerima siapa saja sebagai tamu pemerintah kota. Jadi hampir setiap hari menjamu orang. Dengan cara itu, kami ingin mereka datang kembali dengan keluarga besarnya," kata Dewanti.
Ia ternyata keluarga walikota yang bisa meneruskan visi walikota yang digantikannya. Bukan sekadar walikota ala-ala yang mengandalkan hubungan kekerabatan dengan mertua maupun suaminya.
Jadilah Malang dan Batu kota yang beruntung. Pernah dipimpin satu keluarga walikota yang bisa mengubah wajah kotanya. Ebes Soegijono, Edi Rumpoko dan Dewanti.
Inilah keluarga besar walikota di Jatim.