Kelompok Tani di Banyuwangi Mampu Olah 1 Ton Pupuk Organik
Para petani di Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi mulai menghilangkan ketergantungan pada pupuk bersubsidi. Mereka telah beralih menggunakan pupuk organik produksi kelompok tani Sumber Urip, tempat mereka bernaung.
Kelompok Tani ini telah memiliki pengolahan pupuk organik dengan bahan limbah ternak-ternaknya. Perlahan-lahan para petani yang bernaung di kelompok tani Sumber Urip mulai beralih ke pupuk organik. Persentase penggunaan pupuk organik ini antara 15-25 persen.
"Kalau saya sudah seratus persen pakai pupuk organik. Memang perlu perlahan-lahan agar petani mau pakai pupuk organik," jelas Ketua Kelompok Tani Sumber Urip, Saidi.
Pengolahan pupuk organik ini dilakukan di peternakan sapi milik Saidi. Setiap harinya, di kandang sapi yang menjadi Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) ini mampu mengolah satu ton pupuk organik.
Pengolahan limbah ternak menjadi pupuk organik ini dilakukan dengan pendampingan Dinas Pertanian dan Pangan Banyuwangi.
Di kelompok ini terdapat 104 anggota dan terdapat 38 ekor sapi peranakan ongole (sapi PO) dengan berbagai turunannya seperti limousin, brahman dan simental. Mereka kembangkan dan fokus pada proses pembibitan ternak.
Kelompok ini mengolah kotoran sapi yang dicampurkan dengan cocopeat dan dapat menghasilkan satu ton pupuk setiap harinya. Cocopeat sangat mudah didapat karena bahan utamanya adalah sekam atau tempurung buah kelapa yang diolah atau dihaluskan hingga menjadi butiran seperti serbuk kayu.
"Satu ekor sapi menghasilkan sekitar 20 kg kotoran sapi. Untuk proses pembuatan dari kotoran menjadi pupuk sekitar 15 hari. Kini kami bisa menghasilkan rata-rata satu ton pupuk organik tiap hari," bebernya.
Kotoran sapi merupakan penghasil asam humat alami yang dapat meningkatkan Ph tanah secara optimal. Asam humat berfungsi meningkatkan porositas tanah mengikat oksigen, hingga menahan air lebih baik.
Penggunaan pupuk organik ini dapat menyeimbangkan PH tanah dengan asam humat secara alami. Diharapkan, produksi tanaman juga meningkat karena kesuburan tanahnya meningkat.
Berkat penggunaan pupuk organik ini, beras hasil kelompok tani Sumber Urip mendapat sertifikat organik untuk ruang lingkup padi dari Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman (Lesos). Beras organik tersebut dinyatakan telah memenuhi persyaratan Sistem Pertanian Organik melalui Internal Control System (ICS).
"Alhamdulilah Desember tahun 2022 beras kami telah mendapat sertifikat organik. Ini memacu kami untuk terus mengembangkan pertanian organik," katanya.
Beras organik memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi daripada beras umumnya. Satu kilogram beras putih organik dihargai Rp15.000, dan untuk beras merah organik dengan harga Rp 25.000.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani sempat mengunjungi kandang sapi tempat pengolahan pupuk organik ini. Ipuk sempat bertemu para petani dan peternak saat melaksanakan kegiatan Bupati Ngantor di Desa (Bunga Desa) pada pekan lalu.
Meski menjadi tempat pengolahan pupuk organik yang bahannya dari limbah ternak, ternyata tidak bau. Ini keren bisa dicontoh pada kelompok tani lainnya," jelasnya.
Dia mengapresiasi produksi pupuk organik yang dilakukan kelompok tani Sumber Urip ini. Diharapkan pupuk organik ini bisa membantu kebutuhan pupuk petani.
Selain itu, menurutnya, penggunaan pupuk organik ini bagian dari upaya agar petani mulai beralih ke pertanian organik yang lebih ramah lingkungan dan prospek pasarnya lebih bagus. “Saya minta Dinas Pertanian untuk terus melakukan pendampingan agar banyak petani yang beralih ke pupuk organik," ujarnya.