Kelompok Rentan Punya Hak Sama dalam Memperoleh Pelayanan Publik
Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Diah Natalisa memaparkan peran penting Kementerian PANRB dalam melindungi kaum rentan dalam kaitan keamanan manusia (human security).
"Kelompok yang rentan memiliki hak yang sama untuk memperoleh pelayanan publik," terangnya dalam Konferensi Internasional tentang Keamanan Manusia, Pemerintah dan Kebijakan Tahun 2020 secara virtual (International Conference on Human Security, Government and Policy in 2020), Sabtu 7 November 2020.
Konsep pelayanan berbasis hak asasi manusia (HAM) dikatakan sejalan dengan paradigma keamanan manusia yang berlandaskan keadilan. “Konsep layanan berbasis hak asasi manusia yang sejalan dengan prinsip keadilan adalah layanan khusus bagi kaum rentan,” kata Diah Natalisa.
Guru Besar Universitas Sriwijaya ini menjelaskan, terdapat enam aspek dalam mengukur kinerja pelayanan publik. Antara lain kebijakan layanan, sumber daya manusia yang profesional, fasilitas dan infrastruktur bagi kaum yang rentan, sistem informasi layanan publik, konsultasi dan penanganan keluhan, serta inovasi pelayanan publik.
"Keenam aspek tersebut sangat dibutuhkan untuk mewujudkan pelayanan publik yang pro-masyarakat," sambung Diah Natalisa.
Untuk mendukung kebijakan penyediaan dan infrastruktur bagi kaum yang rentan tersebut, Kementerian PANRB telah melakukan evaluasi pelayanan publik. "Sebesar 45 persen penyedia pelayanan publik sudah memiliki sejumlah fasilitas berkebutuhan khusus dengan kualitas sesuai standar, ujarnya. Sedangkan 25 persen penyedia layanan publik memiliki fasilitas dengan kebutuhan khusus sesuai dengan yang dibutuhkan," terang Diah Natalisa.
Sesuai kondisi tersebut, lanjut Diah Natalisa, Kementerian PANRB terus mendorong pemenuhan infrastruktur yang ramah untuk kaum yang rentan. “Kementerian PANRB komitmen untuk mendorong percepatan ketetapan / ketentuan infrastruktur yang ramah bagi kaum rentan. Salah satu upayanya yakni menciptakan model peran pelayanan publik yang ramah kaum rentan,” tutur dia.
Fasilitas dan infrastruktur tersebut seperti halaman dan blok pemandu, area parkir khusus, jalur landai (jalur landai) dan pegangan tangan, lift khusus, pintu yang mudah diakses, kursi tunggu prioritas, toilet khusus, alat bantu dengar, ruang laktasi, ruang bermain anak, huruf braille (huruf Braille), dan lain-lain.
Menurut Diah Natalisa, indeks pelayanan publik yang digunakan untuk mengukur kinerja pelayanan publik di kementerian / lembaga dan pemerintah daerah di Indonesia meningkat.
"Pada tahun 2017 indeks pelayanan publik dengan nilai 3,28, sementara pada tahun 2018 dengan nilai 3,38, dan di tahun 2019 meningkat dengan nilai 3,63. Dari data tersebut kita dapat melihat bahwa kualitas pelayanan publik meningkat setiap tahun,” pungkas Diah Natalisa.
Dalam kegiatan yang mengusung tema ‘Policy, Development, and Freedom: Freedom from Fear, Freedom from Want, and Freedom to Live in Dignity’ tersebut juga menghadirkan beberapa pembicara lainnya yakni Scientific Director at Center of Experties for Inclusive Organizations, Nederlands, Fred Zijlstra.
Beberapa akademisi juga turut terlibat yaitu Claudia N. Avellaneda dari O’Neill School of Public and Environmental Affairs, Indiana University, Amerika Serikat; Alberto G. Gomes dari La Trobe University, Melbourne; Ahmad Martadha Mohamed dari University Utara Malaysia; Serkan Dilek dari Kastamonu University, Turki; KH. M. Din Syamsuddin dari State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta; Robert T. Evans dari Curtin University; dan Sukardi dari Universitas Merdeka Malang.