Kelembutan Hati Pemimpin, Ternyata Begini Tuntunan Islam
Alkisah dalam Kitab An-Nawadir: Orang-orang tertimpa musibah kelaparan pada masa Aragon bin Abdul Malik. Maka, orang-orang melapor kepada Hisyam bin Malik bersama dengan Darawis bin Habib al-Ajali yang memakai jubah dari kain wol berdesain kerudung yang dipakai oleh orang-orang yang keras suaranya.
Ketika Hisyam bin Abdul Malik melihat Darawis bin Habib alAjali, ia melihat kepada ajudannya dengan marah, “Apakah semua orang yang hendak masuk ke dalam istana dapat masuk?”
Darawis bin Habib al-Ajali mengetahui bahwa yang dimaksud dari ucapan Hisyam bin Abdul Malik adalah dirinya sehingga ia angkat bicara, “Wahai Amirul Mukminin, apakah kehadiranku membuatmu sepi? Padahal, merupakan suatu kehormatan bagiku bisa menghadiri majelismu. Ketika engkau melihat orang-orang berdatangan karena suatu masalah yang mereka alami, maka aku bersama mereka. Apabila engkau memberikan aku izin berbicara, aku akan berbicara.”
“Demi Tuhan ayahmu, bicaralah! Aku tidak mengetahui | pemimpin kaum tersebut, kecuali engkau.” kata Hisyam bin Abdul Malik.
“Wahai Amirul Mukminin, selama tiga tahun berturutturut, kami mengalami krisis pangan. Tahun pertama, gajih kami berkurang, tahun kedua, gajih itu memakan daging, dan tahun ketiga, ia memakan tulang. Demi Allah, pada kalian terdapat harta. Apabila harta itu milik-Nya, maka jadilah sebagai penyambung untuk hamba-hamba-Nya. Namun, apabila harta itu milik mereka, maka mengapa engkau menyimpannya dari kami? Dan, apabila harta itu milik kalian, maka sedekahkanlah kepada kami. Sesungguhnya, Allah SWT membalas orang-orang yang bersedekah, dan tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan,” ungkap Darawis bin Habib al-Ajali.
“Demi Tuhan ayahmu semata, engkau tidak akan meninggalkan salah satu dari tiga hal tersebut kepada kami,” timpal Hisyam bin Abdul Malik.
Selanjutnya, Hisyam bin Abdul Malik memberikan seratus ribu dinar kepada orang-orang yang mengadu tersebut. Sementara, Darawis bin Habib al-Ajali diberi seratus ribu dirham.
“Apakah semua orang mendapatkan bagian seperti ini?” tanya Darawis bin Habib al-Ajali.
“Tidak, simpanan di Baitul Mal tidak akan cukup,” jawab Hisyam bin Abdul Malik.
“Kami tidak membutuhkan harta yang hanya akan menghinakan engkau, Amirul Mukminin.”
Setelah itu, Darawis bin Habib al-Ajali mengajak kabilahnya pergi dari istana. Namun sebelum pergi, Hisyam bin Abdul Malik memberikan seratus ribu dirham tersebut kepadanya. Ketika uang tersebut sampai di tangannya, ia memberikan sembilan puluh ribu dirham kepada sembilan kabilah. Sementara, sepuluh ribu dirham untuk dirinya dan orang-orang kampung. Tatkala itu disampaikan kepada Hisyam bin Abdul Malik, “Alangkah baiknya, sesungguhnya perbuatan baik akan menciptakan tabiat mulia.”
Semoga pemimpin kita adalah orang bisa menunaikan amanahnya. Amin.
Advertisement