Kelelawar Jenis Tapal Kuda Biang Virus Corona
Ahli virologi China Shi Zhengli menyebutkan kelelawar jenis tapal kuda sebagai inang dari COVID-19. Dalam penelitiannya dia menemukan adanya sebuah ras hasil evolusi antara virus corona dan inangnya.
Evolusi itu, sebut Shi, dapat menimbulkan beragam genetik di dalam virus tersebut sebagaimana dikutip Global Times, Minggu kemarin.
Pada saat dunia sedang berusaha keras mencari kesimpulan asal virus dan menuduh China atas lepasnya virus corona dari sebuah laboratorium di Lembaga Virus Wuhan (WIV), Shi memublikasikan temuan barunya yang menegaskan bahwa Rhinolophidae salah satu jenis kelelawar yang merupakan inang dari COVID-19.
Penelitian itu mendapati kelelawar jenis itu membawa banyak virus corona dengan keragaman genetik yang tinggi, terutama dalam protein lonjakan yang menempel pada sel manusia dan menginfeksinya.
Beberapa virus di dalam kelelawar dapat memanfaatkan ortolog protein manusia, yang disebut angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) sebagai reseptor SARS-CoV untuk bisa merasuki dan menginfeksi sel manusia.
SARS-CoV merupakan SARS yang sangat berkaitan erat dengan COVID-19.
Penelitian Shi pertama kali dipublikasikan dalam platform bioRxiv berjudul "Evolusi antara virus dan inangnya memicu beragam genetika dalam kelelawar SARS" pada 14 Mei 2020.
Temuan itu menyebutkan bahwa protein spike SARSr-CoV dan kelelawar tapal kuda ACE2 mungkin telah berevolusi dan mengalami seleksi yang ketat satu sama lain.
Selanjutnya studi tersebut mengarah pada pembuktian bahwa kelelawar tapal kuda telah menjadi inang alami SARSr-CoVs.
Pengawasan berkelanjutan terhadap kelompok virus ini pada kelelawar sangat diperlukan untuk mencegah penyakit serupa SARS berikutnya, demikian penelitian Shi.
Sebelumnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyatakan bahwa semua indikasi COVID-19 kemungkinan berasal dari kelelawar, demikian media China, Rabu.
Juru bicara WHO Fadela Chaib membantah berbagai pendapat yang menyatakan bahwa virus mematikan tersebut berasal dari salah satu laboratorium di Wuhan, China.
Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa virus itu bukan buatan manusia di laboratorium atau di tempat lain, demikian Chaib dikutip laman berita Sina.com.
"Kemungkinan besar, sepertinya virus itu berasal dari binatang," kata jubir perempuan WHO itu.
Sayangnya, dia tidak bisa menjelaskan lebih lanjut bagaimana virus tersebut menular ke manusia saat pertama kali kasus wabah itu ditemukan di Wuhan, Provinsi Hubei.
Sebelumnya, Amerika Serikat menuding China sebagai biang wabah mematikan itu. Namun China balik menuntut AS melalui Twitter juru bicara Kementerian Luar Negeri setempat Zhao Lijian agar menjelaskan kepada publik atas kematian tiga tentara AS yang baru pulang dari Wuhan pada November 2019. (ant/rtr)