Kekerasan Seksual Anak, Youtube Proses Miliaran Video Per Bulan
Riset UNICEF menemukan sebanyak 2 persen anak Indonesia jadi korban nyata Eksploitasi dan Perlakuan Salah secara Daring (OCSEA). Kasus tersebut berlangsung sebagian besar di media sosial. Youtube menggunakan sejumlah strategi untuk melindungi anak dari paparan konten berbahaya.
Upaya Youtube
Head of Government Affairs and Public Policy, Youtube, Indonesia and South Asia Frontier Danny Ardianto, memaparkan ada jutaan hingga miliaran konten bermasalah yang mendapat penanganan khusus di Youtube setiap bulannya.
Dalam sesi diskusi di Webinar AJI Indonesia bersama UNICEF, Selasa 7 Februari 2023, Danny memaparkan tiga konten bermasalah, antara lain yang bermuatan materi perlakuan salah seksual anak (CSAM), melanggar praktik keamanan anak-anak, dan konten yang diproses menggunakan fitur keamanan anak milik Google.
Rinciannya sebanyak 6,7 juta konten dihapus dan dilaporkan ke Pusat Laporan Kehilangan dan Eksploitasi Anak sepanjang enam bulan pertama 2022, kemudian 2,4 juta video dihilangkan sebab melanggar praktik keamanan anak di masa yang sama, dan sebanyak 4 miliar foto dan video diproses pihak ketiga dan NGO menggunakan Google's Child Safety Toolkit.
Penghapusan dan pelaporan konten menjadi salah satu upaya Youtube melindungi pengguna Youtube.
Selain itu, Danny juga menyarankan agar orang tua menggunakan aplikasi Youtube Kids dan Family Link untuk memberikan konten aman bagi anak mereka. "Bisa mengunduh Youtube Kids dan Family link di Playstore," katanya dalam Webinar bertajuk 'Anak-Anak dan Belantara Digital: Melindungi Anak dari Konten Berbahaya di Dunia Maya' itu.
Peran Jurnalis
Terkait paparan konten berbahaya di media digital pada anak, Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Ika Ningtyas menyebut jika media massa berperan penting terlibat dalam mengantisipasi risiko tersebut.
Bentuknya bisa berupa literasi dengan menyediakan konten tips bagi keluarga untuk mengontrol dan membatasi informasi yang bisa diakses anak mereka, termasuk juga menjaga privasi anak.
Media juga bisa memberikan tips terkait pendidikan seksual di usia dini, yang mudah dipahami dan bermanfaat untuk melindungi diri menjadi korban kekerasan di dunia maya.
"Peran media di antaranya memberikan informasi, edukasi, dan memastikan tanggung jawab negara memberikan perlindungan bagi anak di ruang digital," katanya di forum yang sama.
Terkait opsi moderasi konten dalam bentuk penghapusan video dan foto, Ika mengingatkan agar dilakukan dengan hati-hati. Sebab pemerintah belum memiliki mekanisme transparan terkait penghapusan konten.
"Pada take down konten oleh Kominfo, dapat berisiko bagi kebebasan berekspresi karena tidak ada tim atau mekanisme independen yang dilibatkan dan tidak ada mekanisme banding," imbuhnya.
Kekerasan Seksual di Media Sosial
Seperti diberitakan sebelumnya, riset UNICEF di tahun 2022 menemukan terdapat 2 persen anak mengalami tindakan nyata dari Eksploitasi dan Perlakuan Salah secara Daring (OCSEA).
Bentuk kasusnya antara lain tawaran menukar foto atau video seksual dengan uang, dirayu dengan uang untuk bertemu dan memberikan tindakan seksual, juga diancam atau diperas agar melakukan tindakan seksual, serta tindakan membagikan foto atau video seksual tanpa persetujuan.
Sebagian besar tindakan berlangsung di media sosial seperti Whatsapp, Facebook, Instagram, Twitter, Youtube, dan Telegram.
Bentuk OCSEA sendiri di antaranya meliputi tindakan eksploitasi dan perlakuan salah seksual (kontak fisik), materi perlakukan salah seksual anak (CSAM), dan siaran langsung, yang ketiganya melibatkan jaringan internet serta bersifat pemaksaan atau grooming.