Kekerasan Anak, Rumah Aman Gayungan Surabaya Seperti Penjara
Surabaya Children Crisis Center (SCCC) meminta agar Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memperhatikan pola penanganan anak di rumah aman atau Shelter Anak Gayungan.
Ketua SCCC, Sulkhan Alif mengatakan, jika hal tersebut merespon terkait kasus kekerasan yang dilakukan oleh anggota Linmas, kepada seorang Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH).
Menurut Alif, shelter yang dikelola oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) itu, seperti penjara.
"Pengakuan korban, setiap masuk disuruh merangkak oleh penjaga. Artinya sudah seperti penjara, sudah melenceng dari semangat UU perlindungan anak," kata Alif, kepada awak media, Senin, 13 Maret 2023.
Penilaian tersebut, kata Alif, diperparah dengan adanya teralis besi yang terpasang di beberapa sudut ruangan. Padahal, para ABH yang dikarantina di rumah aman anak bukanlah tahanan.
"Konsepnya sudah diatur di peraturan Mensos, bahwa shelter anak itu tidak boleh ada teralis. Mereka ini anak-anak bukan tahanan," jelasnya.
Oleh karena itu, Alif berharap, agar Pemkot Surabaya segera melakukan evaluasi terkait pola penanganan di rumah aman. Serta menghapuskan kekerasan kepada para ABH di dalamnya.
"Di rumah aman anak itu kan tidak mengenal penjaga, adanya ayah shelter, ibu shelter dan kakak shelter. Petugas penjagaan hanya di luar tidak boleh masuk ke dalam 'rumah tangga' Shelter," ucapnya.
Sebelumnya, SCCC melaporkan terjadinya kekerasan kepada anak yang dititipkan di rumah aman yang dikelola Pemkot Surabaya. Bermula ketika korban, ditangkap oleh Polsek Karangpilang, Jumat, 24 Februari 2023, lalu.
"Korban kekerasan ini adalah anak yang berkonflik dengan hukum karena dilaporkan oleh sekolahnya di Surabaya, atas tindak pidana pencurian," kata Alif, kepada media, Kamis, 2 Maret 2023.
"Di shelter (rumah aman) tersebut, anak ini diduga mengalami kekerasan yang dilakukan seorang oknum anggota Linmas yang sedang bertugas," jelasnya.
Sebab, ketika pihak keluarga bersama anggota Polsek Karangpilang, membawanya ke Bapas Medaeng, pada 28 Februari 2023, lalu. Korban, tampak mengalami luka di beberapa bagian tubuhnya.
"Saat itulah Anak tersebut mengakui tindakan kekerasan yang dia alami. Anak ini juga mengaku bahwa kekerasan tersebut juga dialami oleh anak-anak yang baru masuk ke dalam shelter," ujar dia.
Kemudian, aparat kepolisian akhirnya menetapkan tiga tersangka penganiayaan terhadap seorang tahanan anak yang dititipkan di shelter atau rumah aman Pemkot Surabaya.
Kanit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya, AKP Wardi Waluyo mengatakan, para tersangka tersebut berinisial B, berusia 40 tahun, yakni pelaku yang dilaporkan oleh pihak korban.
Sedangkan, dua sisanya yakni PA, 33 tahun, IM, 43 tahun, merupakan tersangka hasil dari pengembangan kasus. Ketiganya merupakan anggota Linmas Surabaya non Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Sudah ditingkatkan status tersangka, ada dua orang lain (PA dan IM), tapi melakukannya tidak disaat yang bersamaan, berbeda-beda (waktu)," kata Wardi, Sabtu, 11 Maret 2023.
Wardi mengungkapkan, ketiga orang tersebut ditetapkan tersangka, usai dilakukan pemeriksaan kepada tujuh orang saksi. Yakni mulai dari terlapor, korban, keluarga, serta pekerja di shelter.
"Masih ada beberapa yang perlu kita dalami, termasuk pengakuan tersangka yang mengoles mata korban dengan obat mata dan bukan balsem. Nanti kita kroscek lagi," jelasnya.
Untuk saat ini, ketiga tersangka tersebut telah dijerat menggunakan pasal 80 UU RI No. 35 tahun 2004 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 dengan ancaman pidana 3 tahun penjara.
Advertisement