Berpokok pada Kiai Hasyim, Alasan Gus Dur - Cak Nur Begitu Dekat
KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur duduk di samping Nurcholish Madjid (Cak Nur), seorang pemikir Islam dan cendekiawan terkemuka di Indonesia. Keduanya menjadi pembicara di acara peluncuran buku biografi Gus Dur karya Greg Barton di Jakarta pada 3 Juli 2003.
Peristiwa ini menarik karena kedua tokoh asal Jombang ini mempunyai kisah yang tak lepas dari hubungan santri dan guru-gurunya. Santri dan kiai.
Ayahanda Cak Nur, Madjid dari Mojowarno Jombang, adalah santri kesayangan KH Muhammad Hasyim Asy'ari, Pendiri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang -- tak lain adalah kakek Gus Dur.
Bahkan, dalam saat-saat yang menentukan perjalanan hidup Madjid, melibatkan sosok ulama penyatu bangsa di masa Revolusi Indonesia itu.
Hubungan keduanya tak lepas dari Kiai Muhammad Hasyim Asy'ari, sebagai guru utama kedua orang tua mereka. Mbah Hasyim Asy'ari pun jadi pokok dan pangkal utama keilmuan keagamaannya.
Kisah berikut memperlihatkan betapa kecintaan Pendiri NU yang dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional ini kepada Ayahanda Cak Nur.
Surat Lamaran Kiai Hasyim Asy'ari
Suatu hari ada dua orang santri Tebuireng 'ditimbali' Kiai Hasyim Asy'ari. Satu santri dari Kediri, dan satunya lagi bernama Madjid dari Mojowarno Jombang. Setelah menghadap Kiai Hasyim Asy'ari santri tersebut didawuhi:
"Aturno suratku iki gawe abahmu, Kiai Abdullah Sadjad, tapi lek awakmu arep ngeterno suratku iki, awakmu kudu dikancani Madjid, salamku nang abahmu". (Kasihkan suratku ini untuk Abahmu, tapi kalau kamu mau mengantarkan suratku ini, kamu harus ditemani Majid, salam saya buat abahmu)
"Nderekaken dawuh Yai", jawab Santri asal Kediri itu lalu menyucup tangan Hadlratussyaikh dan undur diri.
Setelah menghadap Kiai Hasyim itu, keduanya akhirnya menuju ke Kediri untuk menyampaikan surat dari Kiai Hasyim kepada Kiai Abdullah Sajad.
Setelah sampai di Kediri, keduanya langsung memberikan surat dari Kiai Hasyim kepada Kiai Abdullah Sadjad, abahnya santri yang dari Kediri itu. Dibukalah surat itu oleh Kiai Abdullah Sadjad dan dibacanya.
Ternyata surat dari Kiai Hasyim adalah surat lamaran untuk putrinya, dan santri yang diajukan untuk dijodohkan kepada putrinya adalah Majid, santri asal Jombang yang saat itu menghadap dengan putranya.
Akhirnya surat lamaran Kiai Hasyim untuk Kiai Abdullah Sadjad dikabulkan. Dinikahkanlah putri Kyai Abdullah Sajad yang bernama Fathonah dengan Madjid santri dari Mojowarno Jombang itu.
Setelah Madjid dan Fathonah menikah, kelak mereka dikaruniai empat orang anak, salahsatunya ketika dewasanya menjadi tokoh besar yang memiliki kemanfaatan yang sangat luas, baik bagi negaranya, bangsanya, terutama agamanya.
Ya, anak dari Madjid santri Kiai Hasyim Asy'ari dan Fatonah putri dari Kiai Abdullah Sadjad Kediri itu diberi nama Nurcholish Madjid. Cendekiawan Indonesia, Sang Begawan yang pernah akan mencalonkan menjadi Presiden, dan masinis gerbong pembaruan pemikiran Islam di Indonesia.
Tidak heran kenapa kelak Cak Nurcholish Majid satu misi dengan Gus Dur, karena sejatinya mereka berdua sama-sama cucu Hadlratussyaikh Kiai Muhammad Hasyim Asy'ari.
Kyai Haji Abdul Majid ayah Cak Nurcholish Majid meninggal pada Senin tanggal 14 Oktober 1996. Beliau dikebumikan di Makam Umum Islam Dsn. Mojoanyar Desa Mojo Tengah Kecamatan Bareng Jombang.
Mudah-mudahan kita dikaruniai putra-putri yang sholih-sholihah sebab cinta kepada orang alim-ulama.
Dan ternyata semua tokoh besar kita bisa dikatakan pasti tunggal guru.
"Sing repot gak tau meguru, mekso dadi guru," komentar Luthfi Ghozali yang mencatat kisah ini.
Waman dzukirat asmauhum, waushulihim wafuruihim wadzurriyyatihim lahum al fatihah
Demikian semoga bermanfaat. Wallahu a'lam.
*) Hadlratussyaikh: sebutan yang selalu menempel pada Kiai Muhammad Hasyim Asy'ari, karena kealimannya, terutama hafal enam kitab hadits (Kutubusshittah). Bermakna umum "Mahalia".
Advertisement