Kejayaan Masa Lalu Villa Liberty atau Omah Lawa
Sebenarnya bukan bangunan baru. Tempat itu telah ada sejak seabad lalu. Tetapi nyaris setengah abad tanpa penghuni manusia, akhirnya menjadi sarang kelelawar. Ribuan binatang malam bersarang di sana, meninggalkan kotoran yang menumpuk di lantai, dan bila melintasi jalan rumah itu berada, hanya aroma kotoran yang menyengat dan kesan sunyi nan angker.
Bangunan megah di jalan utama, Jalan Slamet Riyadi kota Solo, Jawa Tengah, awalnya adalah sebuah penginapan, yang kemudian dibeli dan dibangun oleh keluarga Sie Dhian Ho, pengusaha kenamaan awal abad 20 dari kota ini.
Setelah ditinggalkan dan berganti pemilik, bangunan yang menjadi warisan lama itu direnovasi besar-besaran oleh pemilik terakhir atau ke lima, setelah empat puluh tahunan hanya dihuni oleh keluarga kelelawar. Karenanya warga kota Solo mengenalnya dengan Omah Lawa.
Tim Arsitek yang didatangkan dari Surabaya, tidak hanya membenahi atap dan beberapa perubahan fisik, juga harus mengeruk kotoran kelelawar yang nyaris menjadi seperti semen menutupi lantai ubin teraso bermotif, “Kotoran Lawa itulah yang melindungi keutuhan lantai asli bawaan rumah kuno ini.
Kini bangunan di atas tanah seluas 5000 meter itu telah menjelma menjadi Museum dan Galeri Batik Keris, cantik, indah dan berkelas. Hanya dengan membeli produk UKM di galeri batik, sudah bisa mengunjungi gedung utama Omah Lawa. Ada tempat parkir cukup luas. Ada cafe yang nyaman, yang juga menjual jamu, nikmat dan segar. Ada jalur kursi roda di sisi kanan selasar gedung utama.
Serasa waktu berhenti, mengunjungi masa lalu rumah pengusaha kenamaan Solo. Koleksi furnitur kuno yang sangat terjaga dari owner sekarang berpadu indah dengan koleksi batik tulis, maha karya para perajin batik dengan sentuhan sophisticated. Ada juga koleksi kolaborasi dengan cucu Bung karno, Presiden pertama RI, GPH Paundrakarna, putra dari Ibu Sukmawati Soekarno dengan kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IX (sudah bercerai) yang baru mangkat belum lama ini. Batik karya Paundra dipajang di ruang VIP di museum, tempat yang dulunya mungkin menjadi kamar tidur pemilik pertama.
Pembagian ruang di rumah lawas tapi baru itu mulai dari ruang tamu, ada 2 ruangan, kemudian Ruang Utama yang sangat besar. Ada koleksi piano tua dan tentu saja furniture kayu jati bergaya China Peranakan yang sangat terjaga kondisinya. Lalu ruangan di kanan kiri yang terpisah oleh koridor. Ada ruang makan dengan penanda keramik di dindingnya bermotif buah-buahan, dan sekarang dipergunakan untuk menyimpan koleksi fashion show yang didesain oleh desainer Batik Keris.
Hampir seluruh kamar itu paling tidak mempunya 2 pintu. Pintu masuk dan keluar. Sebagaimana rumah lama, kamar mandi atau toilet berada di luar rumah, biasanya di belakang atau samping rumah utama. Jadi pasti membutuhkan pintu keluar agar tidak mengganggu penghuni rumah. Ruangan lain ada yang berpintu tiga. Dan tentu saja dengan jendela kembar yang besar-besar. Kini bagian jendela dipasang kaca, karena Museum dipasang AC Central, untuk menjaga kenyamanan pengunjung dan semua koleksi premium di gedung utama.
Teras atau selasar menjadi ciri khas bangunan era Kolonial yang sudah lebih adaptif dengan iklim tropis. Bangunan bergaya Art Deco dengan teras yang sangat indah, luas dihiasi lampu-lampu yang bila senja tiba, menjadi sisi terindah bangunan ini, romantis. Teras mengelilingi bangunan utama, mereduksi panas sehingga ruangan di dalam menjadi lebih sejuk.
Saya jadi membayangkan Sie Dhian Go dengan empat putrinya yang sangat cantik bergaun ala noni Belanda, berinteraksi di rumah megah itu di masa lalu. Bangunan seluas 1500 meter persegi, pasti membutuhkan pelayan khusus untuk merawat dan membersihkannya.
Dan bagian gedung lainnya sekarang menjadi Galeri batik, tempat penjualan kain dan koleksi siap pakai Batik Keris juga produk-produk kerajinan dari UKM yang tentu sama dengan kurasi yang ketat, penampilan dari semua produk itu yang terbaik di kelasnya.
Pemilik Batik Keris generasi kedua, Handianto Tjokrosaputro ternyata adalah buyut dari Sie Dhian Ho. Keluarga Handianto membeli kembali Omah Lawa itu pada 2016 dan merenovasi total untuk dijadikan Rumah Heritage Istana Batik Keris. Sayangnya pada 2018 Handianto meninggal dunia dan proses renovasi diteruskan oleh istri dan anak-anaknya. Galeri dan Museum Batik Keris diresmikan 2 Oktober 2020, pada hari Batik Nasional. Datanglah ke Solo, dan nikmati kemegahan masa lalu yang kekinian, ada guide yang siap sedia menjelaskan isi museum. (wil)
Dari berbagai sumber.
Advertisement