Kejari Nganjuk Datangi Pondok Pesantren, Ada Kasus Apa?
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk Nophy Tennophero Suoth, menyapa santri milenial di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Ubaidah, Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur. Kedatangannya di Pondok Pesantren dalam naungan DPP LDII tersebut untuk menyosialisasikan Jamaah Sae, kepada para santri.
Kajari Nganjuk Nophy Tennophero Suoth, mengatakan program Jamaah Sae ini memiliki arti Jaksa Mucal Bab Hukum Dateng Santri Milenial, yang artinya jaksa mengajar tentang hukum kepada santri milenial, yang merujuk pada program dari Kejaksaan Agung, berupa jaksa masuk pesantren untuk menyosialisasikan hukum.
"Namun kami memperhatikan karakteristik lokal menjadi Jamaah Sae, di mana Kejaksaan Agung berbagi pengetahuan hukum kepada para santri milenial,” ujar Nophy.
Ia mengatakan, dengan adanya Jamaah Sae pihak Kejari bisa menjangkau kalangan pesantren untuk sosialisasi hukum, “Selama ini kami hanya menyasar sekolah-sekolah formal. Di lokal Nganjuk, kami melihat jumlah pondok-pondok pesantren sangat banyak mendorong kami untuk memberi penyuluhan hukum,” ujarnya.
Kejari Nganjuk, akan terus berupaya menyosialisasikan “Kenali Hukum Hindari Hukum” agar masyarakat benar-benar melek hukum supaya tidak melanggar hukum. “Anggota masyarakait kena hukuman, karena tidak tahu hukum. Maka bila kenal hukum, mereka akan menjauhinya karena tahu akibatnya,” kata Nophy.
Pengasuh Ponpes Al Ubaidah, Habib Ubaidillah Al Hasany mengapresiasi program "Jamaah Sae" yang dibawa oleh Kejari Nganjuk. “Bila tidak ada program Jaksa Masuk Pesantren, kami yang akan mengundang Kejari untuk memberikan penyuluhan hukum di pondok pesantren kami,” ujar Habib Ubaid, dalam siaran pers yang diterima ngopibareng.id melalui DPP LDII Jumat 18 November 2022.
Menurut Habib Ubaid, ketidaktahuan mengenai hukum bisa membawa bencana. Seseorang akan menghalalkan segala cara dalan mencapai tujuan. "Ini yang menjadi keprihatiinan saya pribadi dan institusi,” ujarnya.
Kata Habib para santri selama di pondok pesantren masih satu tujuan, agar bermanfaat bangsa dan negara. Setelah terjun di masyarakat mereka bisa saja terkena virus radikalisme dan intoleransi. Tetapi dengan pemahaman hukum yang diajarkan di lembaga pendidikan diniyah atau pesantren mereka akan menjahui paham radikalisme dan intoleransi tersebut, karena tahu ada konsekuensinya dan akan menimbulkan bencana.
"Alhamdulillah dengan adanya jaksa masuk pesantren insyaallah bisa menyelamatkan anak-anak kami dari bencana besar tersebut,” kata Habib.
Dengan sosialisasi dari Kejari Nganjuk, Habib Ubaid mengharapkan para santri bisa mengerti dan sadar hukum, memahami hak serta kewajiban sebagai warga negara. “Mengerti dan sadar hukum akan menjauhkan seseorang dari perbuatan melanggar hukum. Sebab semua orang memperoleh hak yang sama di mata hukum,” tuturnya.
Pada kesempatan itu, Jaksa Fungsional Ratrika Yuliana dan Kasi Intelijen Kejari Nganjuk Dicky Andi Firmansyah memberi penyuluhan hukum di depan 800-an santri. Mereka menegaskan, agar para santri dalam dakwahnya berhati-hati, agar tidak terjerat hukum akibat ujaran kebencian dan intoleransi.
Ratri mengatakan manusia di muka bumi tidak sama, “Di Indonesia tidak semuanya beragama Islam, banyak keyakinan yang lain. Jangan sampai ibadah justru mengganggu orang lain, inilah pentingnya toleransi,” pesannya.
Menurutnya, intoleransi terjadi karena seseorang atau sekelompok orang menolak praktik ibadah kelompok lain. Mereka yang intoleran juga menganggap kelompok lain salah. Ia mengatakan, paham intoleransi selalu menganggap dirinya paling benar dan yang lain pasti salah, “Inilah pentingnya dakwah yang menyejukkan dan membawa rasa damai, jangan sampai berdakwah yang dapat menimbulkan kegaduhan dan membuat masyarakat tidak tenang,” pesan Ratri.