Kejamnya Perampok Taksi di Jagorawi
Oleh: Djono W. Oesman
Perampokan kejam. Sopir taksi, Suprapto (46) membawa penumpang Jakarta ke Bogor lewat tol. Di rest area mereka makan. Sopir diracuni kecubung. Taksi berangkat lagi. Suprapto mabuk diturunkan di pinggir tol. Tewas ditabrak mobil lain.
—----------
Kejadian di Tol Jagorawi, Rabu, 12 April 2023 malam. Suprapto ditemukan tewas di pinggir tol, Kamis, 13 April 2023 pukul 05.32 WIB. Jenazah diteliti polisi, remuk, diduga akibat tabrak lari.
Diteliti lebih lanjut, polisi mengungkap, Suprapto sopir taksi online. Ia korban perampokan. Mobilnya hilang.
Jumat, 14 April 2023 pagi, para pelaku ditangkap polisi. Ditahan di Polda Metro Jaya.
Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Titus Yudho Ully kepada pers, Jumat (14/4) mengatakan, ada enam tersangka ditangkap. Mereka residivis dengan kejahatan dan modus yang sama. Peran masing-masing, demikian:
1) A alias D alias M (36), berperan sebagai perencana dan eksekutor
2) F alias C (34) berperan sebagai perencana dan eksekutor
3) MB alias C (25) perencana dan menyediakan kecubung dibeli dari kampungnya di Lampung.
4) YA alias Y (37) penadah
5) AG (43) penadah
6) AS alias A (29), joki menjemput mobil curian untuk diantar ke penadah.
AKBP Titus: “Tersangka yang kami tangkap confirmed bahwa mereka adalah pelaku utama. Hasil uji scientific.”
Kronologi perampokan hasil pemeriksaan saksi dan bukti hukum, diungkap, begini:
Pelaku bukan sekali ini naik taksi Suprapto. Sudah pernah naik sekali. Pelaku pesan lewat aplikasi online, jalur normal. Lalu, pelaku minta nomor HP Suprapto untuk kalau pesan selanjutnya bisa langsung lewat WA. nomor diberi Suprapto.
Pesanan berikutnya memang lewat WA. dilayani Suprapto, dan aman-aman saja. Pesanan ke tiga lewat WA lagi. Kali ini Suprapto dirampok. Pesanan perampok tidak terlacak di aplikasi taksi online itu.
Modusnya, para pelaku minta lewat Tol Jagorawi. Mereka sudah membawa nasi bungkusan, pas untuk mereka plus satu, buat Suprapto. Di rest area pelaku minta istirahat, makan.
Mereka makan, termasuk Suprapto makan nasi bungkus yang sudah disiapkan pelaku. Nasi Suprapto itu sudah dicampuri bunga kecubung. Mengandung skopolamin dan atropin (ditemukan di lambung korban).
Efek kecubung mirip narkotika, memabukkan. Menimbulkan halusinasi. Kejang-kejang.
Usai makan mereka berangkat lagi. Baru beberapa ratus meter melaju, setiran Suprapto oleng. Pelaku menggantikan kemudi. Suprapto sudah mabuk berat. Saat itulah Suprapto ditinggal kabur. Mobil dilarikan perampok.
Suprapto dalam kondisi mabuk, ditabrak mobil lain. Sampai tubuhnya remuk. Di bagian ini tidak ada saksi. Penabraknya kabur, dan area itu tak terpantau CCTV.
Terbayang, kejamnya perampok. Tidak langsung membunuh korban yang gampang mereka lakukan. Melainkan membiarkan korban ‘main game kehidupan’. Akhirnya dihajar mobil lain. Padahal, korban juga bukan orang kaya. Memprihatinkan. Sekaligus memicu emosi publik terhadap perampok.
Peristiwa itu pastinya jadi pelajaran sopir taksi, atau pekerja apa pun. Sebagai antisipasi kemungkinan jadi korban perampokan. Masyarakat wajib mempelajari kronologi dan modus operandi. Biar selamat.
Prof Jack Katz dalam bukunya bertajuk: “Generating Compliance: The Case of Robbery” (1988) rujukan paling menarik, mempelajari pola pikir perampok.
Prof Katz adalah guru besar sosiologi di University of California in Los Angeles (UCLA) Amerika Serikat (AS). Buku itu hasil riset Prof Katz terhadap para perampok yang dipenjara.
Buku itu dianalisis dan diriset ulang (ke responden lain) oleh dua kriminolog AS, Richard T. Wright dan Scott H. Decker. Riset duo kriminolog itu dilakukan terhadap 86 perampok yang dipenjara juga, di St. Louis, Missouri, AS, 1994. Dipublikasi di Crimes of Violence edisi musim semi 1997.
Hasil dua riset itu mirip. Sama dan sebangun. Saya simpulkan demikian:
Tahapan strategi perampok ada tiga: 1) Pendekatan ke korban. 2) Pelaksanaan perampokan. 3) Rencana pelarian.
Tiga tahapan itu selalu direncanakan dengan matang oleh setiap perampok. Bagi perampok pemula, malah dilakukan simulasi berkali-kali. Sampai hafal. Tiga tahapan itu sama sulitnya, dalam bentuk dan tingkat kesulitan berbeda. Dengan satu tujuan: Menguasai harta korban. Bukan membunuhnya.
1) Pendekatan. Ada dua jenis: A) Lembut. B) Dadakan.
A) Pendekatan lembut. Perampok berusaha membangun kepercayaan korban kepadanya. Dengan harapan perampok, bahwa setelah korban percaya kepada perampok, maka tahap pelaksanaan perampokan jadi lebih gampang. Tanpa kegaduhan. Senyap.
B) Pendekatan dadakan. Perampok mau langsung pegang kendali situasi. Merobek mental korban. Dengan pamer senjata (api atau tajam). Semakin besar bentuk senjata semakin bagus.
Berdasarkan riset, ada perampok pemula pakai pistol kaliber 32 (peluru berdiameter 0,32 milimeter). Kecil. Praktis. Ternyata tidak ditakuti korban. Dikira pistol mainan. Akibatnya ambyar. Korban melawan. Perampok menembak korban, mati. Gaduh. Perampok akhirnya mati dikeroyok massa.
2) Pelaksanaan. Perampok berusaha membangun ilusi yang sama antara perampok dengan korban. Perampok berteriak tegas: "Ini perampokan… Jangan ubah jadi pembunuhan."
Ilusi yang sama artinya: Sebaiknya serahkan harta ke perampok, daripada nyawa hilang.
Di tahap ini, kalau terbentuk ilusi yang sama perampok-korban, maka perampokan sukses. Korban juga tidak mati atau terluka. Win-win-solution. Apa guna harta, kalau korban mati? Tapi perampok lebih menang.
3) Pelarian. Ada dua jenis: A) Perampok lari. B) Korban dipaksa lari.
A) Perampok lari, berisiko dikejar korban. Atau diteriaki maling. Mengundang massa. Semua perampok berpikir, bahwa korban tidak bakal diam. Pasti membalas. Sebaliknya bagi perampok, balasan korban mengakibatkan perampok mati (dikeroyok massa).
B) Korban dipaksa lari. Seketika itu juga perampok lari ke arah berlawanan. Ini mempercepat penjauhan jarak antara perampok-korban.
Ada perampok punya strategi memperlambat respon publik, atau polisi. Caranya membikin malu korban. Misal, ditelanjangi. Sehingga ada tenggang waktu cukup perampok melarikan diri.
Buku Prof Katz mengurai banyak hal dari teori sosiologi dan kriminologi. Tapi paling relevan terhadap kasus perampokan sopir taksi di Jagorawi, ya bagian materi di atas.
Korban Suprapto didekati perampok secara lembut (Teori 1A). Sehingga korban percaya pada perampok. Pada pesanan ke tiga, barulah dirampok. Di bagian ini perampok sekaligus menghindari pelacakan, seumpama menggunakan pesanan online.
Di tahap berikutnya, inilah kekejaman perampok. Mereka menjadikan satu paket antara tahap dua dan tiga. Langsung. Karena korban sudah tak berdaya. Mabuk.
Titik lokasi perampokan sangat strategis (dalam perspektif perampok). Jauh dari masyarakat. Malam. Sepi. Seandainya korban berusaha minta tolong pengemudi yang melaju kencang di tol, pasti dianggap orang gila.
Akibat perampok menyatukan strategi tahap dua dan tiga, korban mati secara mengerikan. Bisa Anda bayangkan, orang mabuk jalan kaki di jalan tol. Berusaha mencegat mobil lewat, ingin memberitahu bahwa ia habis dirampok.
Prediksi bahwa korban berusaha mencegat mobil, karena korban bukan orang kaya. Secara psikologis sangat terpukul. Ngenes abis. Sehingga berjuang mati-matian menghentikan mobil lewat. Membuatnya mati.
*Penulis adalah wartawan senior*
Advertisement