Kejaksaan Negeri Jember: Kasus Kejahatan ke Orang dan Harta Mendominasi
Kasus tindak pidana terhadap orang dan harta benda (Oharda) di Kabupaten Jember cukup tinggi. Kejaksaan Negeri Jember mencatat selama periode Januari sampai Juni 2024 perkara Oharda tembus 645 kasus.
Kapala Kejaksaan Negeri Jember, Ichawan Effendi merinci, dari 645 kasus Oharda yang terjadi di Jember, sebanyak 358 perkara masih dalam tahap penyelidikan di kepolisian. Sementara 156 perkara masuk dalam tahap penuntutan di Pengadilan Negeri Jember dan sisanya sebesar 131 perkara telah selesai dieksekusi.
Tindak pidana umum lainnya, lanjut Ichawan Effendi, berupa Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara dan Ketertiban Umum (Kamnegtibum) selama periode Januari sampai Juni 2024 sebanyak 144 perkara. Dari jumlah tersebut sebanyak 24 perkara masih dalam proses penyelidikan, 65 tahap penuntutan, dan 55 telah selesai eksekusi.
Sementara tindak pidana berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika selama Januari sampai Juni 2024 tercatat sebanyak 336 kasus. Dari jumlah tersebut, Ichawan Effendi merinci sebanyak 107 kasus dalam proses penyelidikan, 136 kasus proses penuntutan, dan 93 kasus telah selesai dieksekusi.
“Total perkara yang masuk ke Kejaksaan Negeri Jember sebanyak 1.125 perkara, terdiri atas 645 Oharda, 144 Kamnegtibum, dan 336 narkotika,” terangnya, Senin, 22 Juli 2024.
Dari total perkara Oharda dan narkotika, tidak semua diselesaikan sampai proses persidangan. Namun ada tujuh perkara yang diselesaikan melalui jalur Restorative Justice (RJ).
Tersangka atau terdakwa yang mendapatkan RJ, Ichawan Effendi menyebut, Fauzi yang dijerat pasal 80 ayat 1 juncto pasal 76 UU No 35 Tahun 2014. Kemudian atas nama Anang, Taufan, dan Wahyu Candra yang terjerat pasal 112 pasal 127 ayat 1 huruf a UU No 35 Tahun 2009 Narkotika.
Selanjutnya, Hermawan terjerat pasal 44 ayat 1 UU No 23 Tahun 2004 tentang KDRT. Rudi Lukito, yang terjerat pasal 351 ayat 1 KUHP.
Pelaku lainnya ialah Yunus Adi Saputra, Nanang, dan Moh Bagus. Mereka terjerat kasus yang sama, yakni pasal 114, 112, 127 UU No 35 Tahun 2009 Narkotika.
“Mudah-mudahan tahun 2024 terdakwa yang mendapat RJ jumlahnya terus bertambah. Kita mengikuti program pemerintah menghindari over kapasitas Lapas, sebagai tempat eksekusi. Selain itu, RJ merupakan upaya mengembalikan hubungan tersangka dan terdakwa dengan korban kepada kondisi semula seakan-akan tidak terjadi peristiwa pidana tersebut,” pungkas Ichawan Effendi.