Kejagung Tetapkan 13 Perusahaan Sebagai Tersangka Kasus Jiwasraya
Jaksa penyidik Kejaksaan Agung menetapkan sebanyak 13 perusahaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
"Tiga belas perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka adalah perusahaan manajemen investasi yang diduga terlibat dalam proses jual beli saham PT Asuransi Jiwasraya (AJS)," kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di Jakarta, Kamis, 25 Juni 2020.
Tiga belas perusahaan tersebut adalah PT Dhanawibawa Manajemen Investasi/PT Pan Arcadia Capital (DMI/PAC), PT OSO Manajemen Investasi (OMI), PT Pinnacle Persada Investama (PPI), PT Millenium Danatama Indonesia/PT Millenium Capital Management (MDI/MCM), PT Prospera Asset Management (PAM).
Kemudian PT MNC Asset Management (MNCAM), PT Maybank Asset Management (MAM), PT GAP Capital (GAPC), PT Jasa Capital Asset Management (JCAM), PT Pool Advista Asset Management (PAAA), PT Corfina Capital (CC), PT Treasure Fund Investama Indonesia (TFII), dan PT Sinarmas Asset Management (SAM).
Perusahaan-perusahaan tersebut dijerat dakwaan primer pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP, pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus itu seorang pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni Fakhri Hilmi juga ditetapkan sebagai tersangka. Fakhri adalah Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A periode Februari 2014-Februari 2017 yang kemudian diangkat sebagai Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II OJK periode Februari 2017 hingga sekarang.
"Seorang pejabat OJK juga ditetapkan sebagai tersangka," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono.
Pasal yang disangkakan kepada Fakhri adalah Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 56 KUHP, subsider Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 56 KUHP.
Hari mengatakan selama 2014 hingga 2018, PT AJS diketahui berinvestasi berupa saham dan reksadana. PT AJS melakukan investasi pada reksadana yang dikelola oleh 13 manajer investasi (MI) dengan harga pembelian Rp12,7 triliun.
Dalam produk-produk reksadana yang diterbitkan oleh 13 MI tersebut, portofolionya berupa saham-saham yang harganya sudah dinaikkan secara signifikan (mark up) oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro di antaranya adalah saham IIKP, PPRO, SMBR, TRAM, SMRU, MYRX, ARMY, BTEK, LCGP, RIMO, POOL, SUGI, BJBR.
Kemudian diketahui bahwa investasi PT AJS tersebut dikendalikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro yang sebelumnya sudah bersepakat dengan Hendrisman Rahim, Syahmirwan, dan Hary Prasetyo (pejabat PT AJS) melalui Joko Hartono Tirto sehingga 13 MI tersebut tidak bertindak secara independen demi kepentingan nasabah/investor.
Kapuspenkum Hari merinci peran tersangka Fakhri dalam kasus ini. "Penyimpangan dalam transaksi saham tersebut diketahui oleh Fakhri Hilmi selaku Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A pada tahun 2016," kata Hari.
Menurut dia, Fakhri mengetahui transaksi saham PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP) terjadi dengan harga saham yang sudah dinaikkan secara signifikan oleh kelompok Heru Hidayat.
Namun ternyata Fakhri Hilmi tidak memberikan sanksi tegas terhadap produk reksa dana dimaksud karena Fakhri Hilmi telah bersepakat dengan Erry Firmansyah dan Joko Hartono Tirto (keduanya pihak terafiliasi Heru Hidayat) melalui beberapa kali pertemuan untuk tidak menjatuhkan sanksi pembekuan kegiatan usaha kepada 13 MI tersebut.
Akibat dari perbuatan Fakhri Hilmi tersebut, PT Asuransi Jiwasraya mengalami kerugian yang lebih besar pada tahun 2018 hingga mencapai sebesar Rp16,8 triliun sesuai laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2020. (ant)
Advertisement