Keistimewaan Cinta Rasulullah pada Umat Terkasih, Ini Kisah Haru
Diriwayatkan oleh Abu Yusuf Ya'kub bin Yusuf. Ia berkisah D sebagai berikut:
Aku mempunyai seorang teman yang wara” dan bertakwa. Hanya saja, orang-orang menganggap bahwa dirinya sebagai orang fasik dan pendosa. Ia mempunyai pelita yang menyerupai seperti pelita, ia berthawaf di sekitar Ka'bah bersamaku selama sepuluh tahun. Ia berpuasa sehari dan berbuka sehari. Sedangkan aku puasa terus menerus.
“Engkau tidak melakukan kesalahan atas puasamu. Sebab, engkau membiasakan itu,” katanya padaku.
Pada 10 Dzulhijjah, ia berpuasa penuh. Padahal, ia berada di padang sahara yang tandus. Kemudian, ia masuk bersamaku ke kota Thurthus. Kami menetap di sana selama beberapa waktu. Namun, alangkah mengagetkan, ia mati. Saat itu, kami berada di reruntuhan bangunan yang tidak ada seorang pun selain kami. Aku mengeluarkan jenazahnya dari tempat itu ke keramaian, dan mendirikan shalat jenazah atasnya. Orang-orang berkata, seorang zuhud ahli ibadah telah mati. Ia termasuk kekasih-kekasih Allah Swt. Aku membelikan kain kafan untuknya. Tatkala aku pulang, aku tidak kuasa masuk ke tempat jenazah karena kerumunan orang-orang.
Dalam hati, aku berkata, “Maha Suci Allah Swt., siapa yang memberi tahu orang-orang tentang kematian orang ini sehingga mereka berdatangan ke jenazahnya, menshalatkan, dan menangisinya?”
Semoga kita dapat mengambil hikmahnya. Aaminn.
Meraih Keistimewaan
Kemudian, segerombolan lain dengan payah dan berat masuk ke dalam kerumunan. Mereka mengetahui kain kafan yang dipakaikan untuk orang itu begitu indah, tidak ada yang menyamainya, dan bertuliskan, “Ini adalah imbalan orang yang mendahulukan ridha Allah Swt. mengalahkan ridha dirinya. Ia begitu rindu bertemu Kami. Maka, Kami pun rindu untuk menemuinya.”
Beberapa saat kemudian, kami melaksanakan shalat jenazah dan menguburkannya di pekuburan orang-orang Islam. Saat orangorang pulang, aku masih di sana. Aku tertidur, dan bermimpi bahwa ja sedang naik kuda berwarna hijau, memakai pakaian berwarna hijau, sedang di tangannya memegang bendera. Di belakangnya, terdapat seorang pemuda berwajah cakap dan berbau harum. Di belakang pemuda ini, terdapat dua orang tua, dan di belakang mereka, terdapat seorang tua dan pemuda.
Lalu, aku berkata kepadanya, “Siapa mereka?”
“Pemuda itu adalah Nabi Muhammad SAW. Sementara, dua orang tua tersebut adalah Abu Bakar dan Umar. Sedangkan, seorang tua dan pemuda adalah Utsman dan Ali. Kemudian, aku adalah pemegang bendera, berada di depan mereka.”
“Hendak ke mana mereka pergi?” tanyaku.
“Mereka ingin berziarah kepadaku,” jawabnya.
“Bagaimana engkau memperoleh keistimewaan ini?” aku kembali bertanya.
“Sebab, aku mendahulukan ridha Allah Swt., mengalahkan diriku sendiri, dan berpuasa tanggal sepuluh bulan Dzulhijjah,” tegasnya.
Sesaat kemudian, aku bangun. Setelah itu, aku tidak pernah meninggalkan puasa tersebut selama hidupku. Selesai.
Semoga kita senantiasa mendapatkan hidayahNya. Amin.
Advertisement