Keikhlasan Siti Hajar dan Ismail, Kisah Nabi Ibrahim Menggetarkan
Siti Hajar protes. Mengapa suaminya meninggalkan dia dan Ismail, anaknya yang masih kecil itu, di padang pasir yang tak bertuan. Seperti jamaknya dia hanya bisa menduga bahwa ini akibat kecemburuan Sarah, istri pertama suaminya yang belum juga bisa memberinya putra.
Hajar mengejar Nabi Ibrahim AS, suaminya, dan berteriak, "Mengapa engkau tega meninggalkan kami disini, bagaimana kami bisa bertahan hidup?"
Nabi Ibrahim AS terus melangkah meninggalkan keduanya, tanpa menoleh, tanpa memperlihatkan air matanya yang meleleh.
Remuk redam perasaannya terjepit antara pengabdian dan pembiaran. Siti Hajar masih terus mengejar sambil terus menggendong Ismail, kali ini dia setengah menjerit, dan jeritannya menembus langit, "Apakah ini Perintah Tuhanmu?"
Kali ini Nabi Ibrahim AS, Sang Khalilullah, berhenti melangkah. Dunia seolah berhenti berputar. Malaikat yang menyaksikan peristiwa itu pun turut terdiam menanti jawaban Nabi Ibrahim AS.
Butir pasir seolah terpaku kaku. Angin seolah berhenti mendesah.
Pertanyaan atau lebih tepatnya gugatan Hajar membuat semuanya terkesiap. Nabi Ibrahim AS membalik tegas, dan berkata "Iya!". Hajar berhenti mengejar, dan dia terdiam.
Lantas meluncurlah kata-kata dari bibirnya, yang mengagetkan semua Malaikat, butir pasir dan angin.
"Jikalau ini perintah Tuhanmu, pergilah, tinggalkan kami di sini. Jangan khawatir. Allaah Ta'ala akan menjaga kami."
Nabi Ibrahim AS pun beranjak pergi. Dilema itu punah sudah. Ini sebuah Pengabdian, atas nama Perintah Allaah Ta'ala, bukan pembiaran.
Peristiwa Hajar dan Nabi Ibrahim AS adalah Romantisme Keberkahan.
Itulah Ikhlas...
Ikhlas adalah wujud sebuah Keyakinan Mutlak, pada Sang Maha Mutlak.
Ikhlas adalah Kepasrahan, bukan mengalah apalagi menyerah kalah.
Ikhlas itu adalah ketika engkau sanggup berlari melawan dan mengejar, namun engkau memilih patuh dan tunduk.
Ikhlas adalah sebuah kekuatan menundukkan diri sendiri, dan semua yang engkau cintai.
Ikhlas adalah memilih jalan-Nya, bukan karena engkau terpojok tak punya jalan lain.
Ikhlas bukan lari dari kenyataan. Ikhlas bukan karena terpaksa. Ikhlas bukan merasionalisasi tindakan, bukan mengkalkulasi hasil akhir.
Ikhlas tak pernah berhitung,tak pernah pula menepuk dada.
Ikhlas itu Tangga menuju-Nya.
Mendengar Perintah-Nya,
Menaati-Nya. Ikhlas adalah Ikhlas. Titik !!!
Belum cukupkah kita memahami apa itu ikhlas dari perginya Nabi Ibrahim AS dan diamnya Siti Hajar? Dan aku, kamu, serta kita... saatnya tertunduk pasrah bersama malaikat, butir pasir dan angin....
Wallaahu A'lam.
Semoga kita senantiasa memperbaiki ibadah kita kepada Allaah Ta'ala, dan terus istiqomah bertutur kata, berfikir dan berbuat baik dan benar. Semoga kita menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat bagi sesama.
Rabbana Taqobbal Minna
Yaa Allaah terimalah dari amalan dan doa kami,
Aamiin Yaa Rabaal Alamin