Kehidupan Muslim di Negeri Lionel Messi, Fakta Kejutan Argentina
Argentina selalu mengesankan karena keberhasilan dalam dunia sepak bola. Dari Lionel Messi hingga Cristiano Ronaldo, dua bintang lapangan dari Argentina itu, banyak dibincang selama Piala Dunia FIFA 2022 lalu.
Seiring dengan itu, dibahas tentang Islam dan Muslim, karena berbagai upaya tuan rumah Piala Dunia FIFA 2022, Qatar dalam mengenalkan Islam.
Selain Islam di Qatar, pembahasannya juga melebar hingga ke negara-negara peserta Piala Dunia, terutama Argentina yang berhasil meraih predikat juara Piala Dunia 2022 di Qatar usai mengalahkan Prancis di Lusail Iconic Stadium, Minggu 18 Desember 2022.
Menengok sejarah, bukan kali pertama ini saja Argentina menjuarai turnamen sepak bola terbesar di dunia. Tercatat sebelum Piala Dunia 2022, Argentina juga pernah memegang titel juara pada Piala Dunia 1978, dan 1986. Lantas bagaimanakah Islam di negara yang memenangkan Piala Dunia 1978, Piala Dunia 1986, dan Piala Dunia 2022 itu?
Dilansir About Islam, Senin (12 Desember 2022), Argentina merupakan negara yang didominasi oleh Kristen tetapi menjadi bangsa dengan sistem sekuler. Pemeluk agama bebas membangun masjid dan berdakwah, karena ada undang-undang yang melarang diskriminasi agama. Hal ini adalah sesuatu yang tidak terlihat di banyak negara yang lebih maju di mana tindakan islamofobia merajalela.
Masa Eksplorasi dan Penaklukan Spanyol
Kehadiran Muslim di Argentina berasal dari masa eksplorasi dan penaklukan Spanyol. Islam hadir di Argentina dimulai pada abad ke-15 ketika orang Moor- Moriscos menetap di Argentina untuk melarikan diri dari penganiayaan di Spanyol. Moor- Moriscos merujuk pada Muslim keturunan Afrika Utara dan Spanyol yang dipaksa masuk Kristen, setelah dilarang mempraktikkan Islam secara terbuka.
Singkat cerita, banyak dari mereka yang melarikan diri ke Maroko, dengan beberapa orang lainnya yang melarikan diri ke Kesultanan Utsmaniyah. Sekelompok Muslim lainnya juga ada yang pergi ke negeri yang baru ditemukan di Amerika Selatan dan menetap di Argentina. Selanjutnya ajaran Islam dibawa ke Argentina oleh imigran dari negara-negara Arab, seperti Suriah dan Lebanon pada akhir 1850-an.
Islam sampai ke Argentina dibawa oleh bangsa Moor atau Moro yang ada di bagian di selatan Eropa. Atau dengan gampang dibawa oleh orang Muslim yang menjadi warga negara Spanyol yang dahulu menjajah benua Amerika bagian selatan.
Sejarawan Muslim Abu Bakar Ibnu Umar Al-Guttiya mengisahkan pada masa kekuasaan Khalifah Ummayah di Spanyol yang bernama Hisham II (976 M -1009 M), seorang navigator Muslim bernama Ibnu Farrukh telah berlayar dari Kadesh pada bulan Februari 999 M. Dia bersama armadanya berlayar menuju Atlantik (benua Amerika).
Sang pelaut Muslim itu sempat berlabuh di Gando atau Kepulauan Canary Raya. Ibnu Farrukh mengunjungi Raja Guanariga. Sang penjelajah Muslim itu memberi nama dua pulau, yakni Capraria dan Pluitana. Ibnu Farrukh kembali ke Spanyol pada Mei 999 M.
Selain itu, ajaran Islam di Amerika Latin juga disebarkan oleh orang-orang Mandiga dari Afrika Barat. Pada 1310 M, Abu Bakari seorang raja Muslim dari Kerajaan Mali melakukan serangkaian perjalanan ke 'dunia baru' bagi orang Eropa, yakni benua Amerika. Dua tahun kemudian, seorang Muslim dari Afrika (Mandiga) tiba di Teluk Meksiko untuk mengeksplorasi Amerika menggunakan Sungai Mississipi sebagai jalur utama perjalanannya.
Suriah dan Lebanon
Sementara itu, di masa moderen ajaran Islam juga dibawa ke Argentina oleh imigran dari negara-negara Arab, seperti Suriah dan Lebanon. Saat ini, di Argentina terdapat 3,5 juta keturunan Arab. Namun, mayoritas dari mereka menganut Kristen dan Yahudi.
Bila ditelusuri lagi sejarah Muslim di Argentina ada lebih dari satu abad yang lalu hingga 1850. Para imigran pertama sebagian besar berasal dari Suriah/Lebanon yang berusaha untuk melarikan diri dari pemerintahan Ottoman. Mereka terdaftar sebagai Turki karena fakta mereka memiliki dokumen perjalanan Turki pada waktu itu. Pendaftaran resmi pertama dari Suriah sebagai orang Arab itu pada 1899.
Pada pertengahan abad ke-20, diperkirakan lebih dari 100.000 etnis Arab tinggal di Argentina. Tingginya tingkat perkawinan dan keinginan untuk memimpin imigran baru menyebabkan mereka mengadopsi Katolik sebagai agama baru mereka. Akibatnya, jumlah generasi kedua Argentina-Arab yang mendefinisikan diri mereka sebagai Muslim turun 60 %. Dan, bahasa Arab sebagian besar hilang dari rumah-rumah keturunan Argentina-Arab ini, pada saat generasi ketiga lahir.
Mengutip islamindonesia.id, perkumpulan Islam pertama di Argentina adalah Islamic Center Argentina (CIRA) yang didirikan pada tahun 1931, atau delapan puluh tahun setelah kedatangan pertama umat Islam. Masjid merupakan tempat non-profit masyarakat setempat untuk berbagai kegiatan, seperti agama, budaya, dan pendidikan.
Pada tahun 1981, dengan bangga CIRA mengatakan bahwa masjid pertama dengan gaya arsitektur Islam di Argentina telah dibangun. CIRA terdiri dari tiga badan : Masjid Al Ahmad, kolase Arab-Argenitian, Omar Bin Khttab, markas sosial dan administratif. Menurut ketua CIRA, mereka mewakili mayoritas Muslim Argentina. Semua sekte Muslim menyambut baik hadirnya masjid tersebut sebagai tempat beribadah.
Imam Omar Abboud menjabat sebagai seorang perwira di Pusat Budaya CIRA. Hal ini tidak jelas apakah ia memiliki hubungan dengan pusat pemerintah atau tidak. Sementara di kantor, ia bekerja guna menegaskan peran CIRA untuk memelihara masyarakat, “beridentitas Islam dengan karakteristik Argentina.”
Menurut seorang imam, Abboud, "Generasi pertama datang untuk mencari uang, generasi kedua mendedikasikan diri untuk membelanjakannya, dan generasi ketiga, untuk mencintai Argentina, dengan memutuskan kembali ke Islam.”
Profesor Ricaardo Shamsudin mengatakan, “Islam kembali ke Argentina oleh generasi ketiga atas dampak yang ditimbulkan oleh Revolusi Islam di Iran pada tahun 1979.”
Masjid kecil lainnya melayani masyarakat Syiah dan Alawi (komunitas terbesar kedua Arab di Argentina). Pada tahun 1996, King Fahd Islamic Culture Center, masjid terbesar di Amerika Latin, dibuka untuk umum. Pemerintah Argentina memberikan tanah untuk membangun masjid setelah kunjungan Presiden Carlos Menem ke Arab Saudi.
Secara historis, umat Islam di Argentina menghindar dari aktivitas politik dan publisitas. Dua faktor ini menjadi penyebab utama yang kemudian mengubah posisi mereka. Yakni pada tahun 1989 pada pemilihan umum, memenangkan Carlos Menem, keturunan Suriah, sebagai Presiden Argentina, dan tahun 1992 adanya serangan yang menargetkan kedutaan Israel dan pusat Yahudi— ini yang memicu tuduhan dan investigasi terhadap anggota masyarakat dan Islam.
Saat ini, umat Islam di Argentina tidak memiliki payung organisasi yang didedikasikan untuk menyatukan mereka. Markas Organisasi Islam Amerika Latin (IOLA) terletak di Buenos Aires. Misi IOLA adalah untuk mempromosikan persatuan di kalangan umat Islam yang tinggal di Amerika Latin.
Kehidupan di Masjid Buenos Aires
Di kota Buenos Aires terdapat masjid yang terkenal. Masjid yang terletak di Alberti St, tepat di tengah Kota Buenos Aires itu dibangun pada 1989. Menurut laman wikipedia, terdapat sejumlah masjid yang tersebar pada berbagai kota di Argentina.
Di Argentina juga berdiri sebuah masjid terbesar di Amerika Latin. Masjid itu bernama The King Fahd Islamic Cultural Center. Masjid itu selesai dibangun pada 1996 berkat bantuan dari pelayan Dua Masjid Suci, yakni raja Arab Saudi. Luas masjid itu mencapai 20 ribu meter persegi. Luas tanah yang dihibahkan Pemerintah Argentina untuk pembangunan masjid itu mencapai 34 ribu meter persegi.
Islamic Center bernilai 30 juta dolar itu terdiri atas masjid, perpustakaan, dua sekolah, dan sebuah taman. Masjid itu terletak di Palermo, Buenos Aires. Argentina juga menjadi pusat atau markas Organisasi Islam Amerika Latin (IOLA). Organisasi itu tercatat paling aktif dalam menyerukan pentingnya persatuan Islam di Amerika Latin.
Pedro Brieger dan Enrique Herskowich dalam artikel “Masyarakat Muslim di Argentina” yang diterbitkan di “Todo es Historia” menjelaskan, ketika komunitas Muslim di Argentina mulai tumbuh pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 hampir semua imigran Muslim keturunan Arab, terutama dari Lebanon dan Suriah.
Namun komunitas ini mulai menyusut ketika terjadi gelombang migrasi baru dari Afrika dan Arab, tetapi non Muslim. “Arus migrasi telah bergeser, dan komposisi komunitas berubah,” tulis artikel tersebut
Menurut UUCSA, saat ini komunitas Muslim memang Argentina didominasi oleh imigran Arab. Hanya saja terdapat ikatan historis dengan kaum Muslimin Spanyol yang dahulu sempat menjadi wilayah kekhalifahan Islam.
Selain itu tak sedikit pula masyarakat Latin yang mendapat hidayah dan bergabung dengan komunitas Muslim. Hingga saat ini Argentina dapat dikatakan sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar dibanding negara Amerika Latin lainnya.
Dilansir Wikipedia, menurut sensus data PRC tahun 2010, komunitas Muslim Argentina diperkirakan mencapai sekitar 1,9% dari total populasi. Sementara berdasarkan studi Pew Forum menyebutkan negara Tango ini menjadi rumah bagi hampir satu juta Muslim, atau sekitar 2,5 persen dari total populasi negara.
Meski minoritas, umat Muslim di negeri Tango itu tampak hidup nyaman tanpa diskriminasi. Hal tersebut antara lain dapat dilihat dari adanya pemakaman Muslim yang didukung penuh oleh pemerintah Argentina serta adanya undang-undang tentang kebebasan berjilbab bagi Muslimah dan diizinkannya umat Muslimah untuk mengenakan jilbab di KTP ataupun paspor mereka.
Bukan hanya itu kebutuhan pangan halal di Argentina juga cenderung mudah ditemukan. Selain itu sejumlah masjid juga tersebar di seluruh Argentina. Tiga masjid di antaranya berdiri di Kota Buenos Aires, yakni Masjid Al-Tauhid yang dibangun oleh komunitas Syiah pada 1983 dengan bantuan dari Kedutaan Besar Iran di Argentina, dan Masjid Al-Ahmed dari CIRA yang didirikan pada 1986 dengan bantuan dari Arab Saudi dan Libya, serta King Fahd Islamic Cultural Center yang diresmikan pada 2000 atas inisiatif Kerajaan Arab Saudi untuk kaum Muslimin Argentina.
Masjid yang ketiga inilah yang kemudian menjadi masjid terbesar, tak hanya di Argentina, tapi juga di Amerika Latin. The King Fahd Islamic Cultural Center merupakan masjid sekaligus pusat kebudayaan Islam yang berdiri atas hasil kunjungan kenegaraan Presiden Argentina, Carlos Menem, ke Arab Saudi pada 1995. Pemerintah Argentina kemudian menghibahkan lahan seluas 34 ribu meter persegi untuk dibuat masjid dengan proyek dan dana dari Pemerintah Arab Saudi saat itu.
Berkat bantuan dari raja Arab Saudi, masjid seluas 20 ribu meter persegi itu selesai dibangun pada tahun 1996. Dirancang oleh arsitek Saudi Zuhair Faiz, masjid King Fahd sangat kental dengan gaya Timur Tengah lengkap dengan kubah dan menara. Masjid tersebut dapat menampung jamaah hingga 1.200 pria dan 400 wanita. Tak hanya ruang ibadah, terdapat pula pusat budaya, perpustakaan, taman, sekolah Islam untuk tingkat dasar dan menengah, hingga asrama yang dapat menampung hingga 50 siswa.
Islam adalah agama yang berkembang di Amerika Latin. Sekitar 2 persen orang Argentina memeluk Islam sebagai agama utama mereka.
Awalnya, pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, Argentina menyaksikan gelombang migran Arab yang datang dari Timur Tengah, terutama dari Suriah dan Lebanon, yang keduanya merupakan bagian dari Kekaisaran Ottoman. Para migran yang tiba di Argentina dianggap orang Turki karena mereka hanya membawa dokumen Turki. Sementara mayoritas imigran ini beragama Kristen, beberapa berasal dari Timur Tengah.
Argentina adalah rumah bagi salah satu komunitas Muslim terbesar di Amerika Latin. Meskipun data spesifik tentang berapa banyak Muslim yang datang ke Argentina dalam gelombang ini sulit didapat, diperkirakan ada 400.000 hingga 500.000 Muslim.
Ada juga banyak masjid dan pusat budaya di seluruh Argentina, termasuk Central Mosque, yang dibangun oleh Muslim Argentina pada tahun 1989, dan Pusat Kebudayaan Islam Raja Fahd, yang merupakan masjid terbesar di Amerika Selatan.
Berbeda dengan Eropa dan Amerika Serikat, adat istiadat Islam di Argentina diikuti secara lebih terbuka, meski ada sebagian Muslim Argentina yang masih merahasiakan agama mereka.
Saat ini, Islam dengan mudah diterima di Argentina sebagai agama, dan tidak ada keanehan menjadi Muslim di masyarakat Argentina. Menurut The Argentina Independent, tidak ada diskriminasi di Argentina karena menjadi Muslim dan seorang Muslim di Argentina dapat menjalankan keyakinannya dengan damai, tanpa ketidaknyamanan.
Banyak Muslim Argentina yang diabaikan oleh penduduk, tapi ini mulai bergeser pada tahun 1989 dengan terpilihnya Carlos Menem. Menem dibesarkan oleh dua imigran Suriah di provinsi La Rioja (dekat Chili), dan dia menjadi Presiden Argentina pertama yang berasal dari Arab.
“Masuknya Menem ke kekuasaan, di luar masalah ideologis apa pun, merevolusi negara.” Menem meninggalkan keyakinannya untuk beralih ke hal-hal yang lebih tinggi seperti menjadi presiden Argentina. Namun, dia tetap seorang Muslim di hati. Mantan istrinya Zulema Yoma mengatakan bahwa, “Menem meninggalkan Islam dan masuk Kristen pada tahun 1966 hanya karena dia ingin menjadi presiden negara.”
Menem adalah sosok yang sudah kontroversial di Argentina dan internasional. Pada tahun-tahun awal kepresidenannya, Menem mendirikan institusi dengan tujuan memainkan peran yang berguna dalam pemberantasan kemiskinan, dan meningkatkan program kesehatan yang mempromosikan kesadaran AIDS, gizi anak, dan vaksinasi.
Banyak dari kebijakan anti kemiskinan Menem memiliki dampak positif di Argentina. Selain itu, ia meyakinkan Unión Cívica Radical (UCR) untuk mengesahkan Hukum Kuota negara itu, yang pertama di Amerika Latin, yang memberi lebih banyak wanita kesempatan untuk diwakili di Kongres.
Namun, tingkat kejahatan yang tinggi dan kurangnya kemampuan pemerintah Argentina untuk menanggapi para korban serangan 1992 dan 1994 terhadap fasilitas Yahudi menyebabkan penurunan drastis pada tahun 1997.
Latar belakang Muslim Menem mendorongnya untuk memberikan donasi kepada komunitas Muslim Argentina. Pada tahun 1995, dia menjual 8 hektar tanah di daerah Palermo di Buenos Aires untuk membangun Masjid Raja Fahd, masjid terbesar di Amerika Latin, setelah kunjungan kenegaraannya ke Riyadh. Banyak Muslim Argentina yang melihat bangunan ini sebagai puncak peninggalan Menem.
Advertisement