Kedepankan Ulul Albab, Haedar: Raih Generasi Muslim Berkemajuan
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, solusi membangun kemajuan dan peradaban harus menghadirkan Islam yang inklusif. Bukan yang ekslusif, ketika Muslim sebagai sebuah komunitas atau jamaah sekaligus identitas keislaman tidak hanya untuk diri sendiri.
"Tetapi mampu manghadirkan keislaman yang memberi nilai (makna) dan memberi manfaat untuk orang banyak," tuturnya, dalam keterangan Sabtu, 4 Juli 2020.
“Nabi Muhammad diutus menjadi panutan sekaligus Islam menjadi agama tidak lain untuk menjadi rahmat, penebar kasih sayang, penebar kebaikan dan penebar keutamaan bagi semesta alam. Baik semesta dalam cangkupan universal maupun semesta dalam lingkungan yang terkecil,” kata Haedar.
Sehingga, kata Haedar, kehadiran Islam tidak menjadi ekslusif, tidak vakum dan tidak seperti katak dalam tempurung yang hanya berkutat disekitarnya dan tidak mengkoneksikan diri pada dunia lain. Atau dalam Bahasa Sunda Haedar menyebutnya ‘kurung batokin’.
Sebelumnya, Haedar Nashir tampil dalam Tabligh Akbar yang di selenggarakan Telkom University melalui Daring pada Kamis 2 Juli lalu. Dalam Tabligh Akbar betemakan “Membangun Generasi Muslim untuk Indonesia Berkemajuan”.
Haedar menyampaikan Islam sebagai agama punya banyak konstruksi (bangunan) yang mempunyai nilai sekaligus punya fungsi tentang sosok generasi Muslim, identifikasi Muslim dan format generasi Muslim.
Pertama,dalam dimensi moralitas akhlak dan kebaikan disebut sebagai generasi Qurrota A’yun. Hal ini kata Haedar tak terlepas dari do’a sapu jagad dan sering di baca setiap hari di rumah (QS. Al-Furqon ayat 74)
“Nilai dari Qurrota A’yun itu adalah generasi yang dapat memuaskan orangtua, memuaskan tetangga dan masyarakat dalam makna yang dalam,” kata Haedar.
Lebih jauh Haedar menjelaskan, Islam itu luar biasa dimana ajaran berbakti kepada orangtua menjadi hal yang wajib. Secara psikologis dan sosiologis orangtua itu cintanya melampaui samudra, tetapi sering cinta anak kepada orangtua itu tidak sebangun dengan luasanya samudra, selalu ada kendala.
“Adakah kasih sayang anak itu sama seluas samudra kasih sayang kedua orangtuanya? Disitulah maka ajaran birrul walidainperlu ditanamkan sejak dini. Sehingga dimensi Qurrota A’yun akan menjadi penyambung generasi manusia kemasa depan karena pandai merawat bangunan keluarga,” sambung Haedar.
Kedua, dalam Islam ada konsep Ulul Albab yaitu orang yang punya pikiran jernih. Ulul yang berarti punya sedang Albab itu dari lub atau qalb (hati) tetapi yang bagian dalam yaitu saripati yang ada di hati, jiwa dan pikiran.
Bagaimana merumuskan hati yang jernih dan pikiran yang jernih. Haedar menguraikan, mengetahui hati yang jernih itu mudah. Kalau sedang bimbang tentang benar dan salah, tentang dosa dan kebaikan tanyalah ke hati , tanya ke qalb ia tidak pernah dusta.
“Ketika kita melakukan kesalahan bahkan hanya kita yang tahu dan orang lain tidak tahu hati tidak tenang dan tentram, itu disebut dengan lub. Sebisa-bisa orang menutupi kesalahan dengan kesalahan lain sehingga numpuk terjadi deret ukur kebohongan. Biasanya keresahan deret ukur juga menyertainya cuma kita tidak tahu saja,” kata Haedar.
Haedar menyebut, Ulul Albab mempunyai ciri seperti yang disebutkan dalam (QS. Ali Imaran ayat 190-191) yaitu intinya adalah orang yang selalu berfikir tetapi juga berdzikir, taffakur wa tazzakur tazzakur wa tafakkur.
“Nah generasi Ulul Albab itu generasi cerdas ilmu dan pemikirannya tetapi juga cerdas hati dan akhlak. Maka penting di kampus kita tanamkan nilai-nilai tazzakur yang melahirkan akhlak-akhlak mulia,” ajak Haedar.