Kedepankan Tabayyun, Ini Resep Cegah Berita Hoax Haedar Nashir
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan penyerangan dan penganiayaan terhadap tokoh agama yang sering terjadi akhir-akhir ini, menjadi hal yang sangat mengganggu dalam kehidupan keumatan.
“Ketika terjadi kekerasan terhadap tokoh agama, ustadz, ulama, kiai, di daerah, lalu muncul pertanyaan, apa sesungguhnya yang terjadi terhadap peristiwa itu, jadi ini menjadi hal yang sangat mengganggu kehidupan keumatan”, ungkap Haedar, dalam keterangannya diterima ngopibareng.id.
Haedar melanjutkan, Ini bukan hanya soal Islam, umat Islam, dan tokoh-tokoh Islam tapi akan berkaitan dengan tokoh-tokoh agama yang lain, ketika tokoh agama tidak merasa aman, damai, dan leluasa menjalankan peran moral, lalu bagaimana sesungguhnya nasib peneggakan nilai-nilai luhur agama dalam kehidupan kebangsaan.
“Kami juga tidak ingin muncul asumsi di masyarakat belum tentu salah dan belum tentu benar. Bagaimana Kepolisian menyelesaikan kasus ini bisa dijelaskan langsung oleh Polri”, jelas Haedar.
Dalam konteks keagamaan dulu tidak terbayang dalam surat Al Hujurat ayat 6, "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."
“Yaitu ketika ada berita datang dari orang nifaq atau munafik itu berita bohong tetapi kita anggap benar, maka agama mengajarkan kita untuk tabayyun,” jelas Haedar.
Ia menjelaskan, ketika relasi sosial itu berubah relasi sosial langsung antarorang yang sifatnya paguyuban berubah dari langsung menjadi relasi sosial maya melalui media sosial, ternyata problemnya jauh menjadi lebih kompleks ketimbang relasi yang sifatnya relasi komunal tradisional, karena di dunia maya itu sifatnya impersonal. Akibat perubahan relasi itu, yang kini muncul adalah sifat mudah eksplosif, bebas dan sifat agresif.
“Jadi ini menjadi ranah baru buat kita, dakwah Islam bagaimana yang digunakan untuk berdakwah di media sosial. Dulu kita diajari hifdzul lisan (menjaga lisan), hifdzul kalam (menjaga tulisan), Hifdzul khittobah dan ini menjadi relevan itu yang kini hilang, bisakah nilai-nilai al akhlak al karimah ini di dalam relasi sosial baru ini”, jelas Haedar.
Haedar mengungkapkan hal itu dalam pengajian bulanan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (9/3). Mengangkat tema “Fenomena Kekerasan Terhadap Tokoh Agama”, pengajian bulanan PP Muhammadiyah kali ini dihadiri juga oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Guru Besar Hukum UI Bambang Widodo Umar, serta Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti. (adi)