Kedepankan Kepentingan Bersama
Mengenang Pahlawan Bangsa. Sastrawan nasional, Chairil Anwar mengenang para pahlawan nasional kesuma bangsa dalam sajaknya “Karawang - Bekasi“. Baris pertama “Kami yang kini terbaring antara Karawang - Bekasi tidak bisa berteriak merdeka dan angkat senjata”. Puisi dimaksud untuk mengenang kesuma bangsa yang gugur dalam pertempuran di Bekasi - Karawang.
Pertempuran tersebut terjadi pada Desember 1945 yang dipimpin oleh KH Nor Ali yang kemudian namanya diabadikan menjadi nama jalan utama di Bekasi. Beliau dengan gagah berani melawan tentara Sekutu yang mempunyai persenjataan jauh lebih kuat. Tentara Sekutu membalas dengan membakar rumah penduduk sehingga Bekasi menjadi lautan api.
Pertempuran Bekasi itu hanya salah satu rentetan dari sekian pertempuran di berbagai kota yang diawali pertempuran di Surabaya pd 10 Nevember 1945 yang kemudian terkenal sebagai Hari Pahlawan. Bung Tomo, putera dari seorang aktivis Sarikat Islam, Surabaya, sebagai salah satu tokoh utamanya yang terkenal dengan pekik “Allahu Akbar“ melalui radio untuk membangkitkan semangat perlawanan.
Semangat Berkorban
Perang Surabaya itu menelan korban sekitar 20 ribu orang wafat, meskipun dalam pernyataannya Bung Karno mengatakan jumlah korban lebih kecil mungkin untuk keperluan taktis. Bersamaan dengan peringatan Hari Pahlawan biasanya dibarengi dengan peringatan Resolusi Jihad “Kiai Hasyim As’ari” sebagai pendorong moral pertempuran Surabaya.
Di dalam setiap peringatan hari besar tersebut terkesan suatu pesan mulia yaitu Cinta Tanah Air atau lebih spesifik “Hubbul Wathon Minal Iman“. Dalam masa perang, hubbul wathon itu diwujudkan dlm kesediaan “rela mengorbankan jiwa dan raga”.
Sedang dalam masa damai diekspresikan dengan semangat cancut taliwanda membangun spiritual dan material bangsa serta semangat bersaing dengan bangsa lain agar tidak tertinggal khsususnya dalam bidang ilmu - pengetahuan dan teknologi (Iptek).
Substansi penting lainnya dari peringatan Hari Pahlawan adalah semangat untuk mengedepankan kepentingan bersama sebagai bangsa dibanding dengan kepentingan individu dan golongan.
Persatuan itulah modal utama dalam memajukan bangsa ini dan dalam frasa persatuan itulah terdapat nilai manusia sebagai hamba Allah: bahwa manusia (orang beriman) adalah saudara bagi manusia lainnya sehingga kalau terjadi pertikaan dan perbedaan selesaikan dengan perdamaian (Surat Al Hujarat: 10).
Tantangan bangsa dalam era globalisasi sangat besar khususnya bagaimana bangsa kita mampu bersaing dengan bangsa lain yang lebih maju. Kalau tidak mampu mengembangkan diri, maka kita akan menjadi bangsa pecundang. Kuncinya adalah semangat berani berkorban, jiwa persatuan dan penguasaan Iptek serta hidup bersih alias tidak korup.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat sosial politik, Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama 2022-2027, tinggal di Jakarta.