Kecewa Gudang Tutup, Petani Probolinggo Bakar Tembakau
Sejumlah petani tembakau di Desa Petunjungan, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo melakukan aksi protes dengan membakar daun dan tembakau rajangan, Senin, 31 Agustustus 2020. Aksi itu sebagai kekecewaan mereka karena gudang-gudang tembakau milik pabrik rokok masih tutup ketika panen tembakau.
“Terus terang kami petani tembakau kecewa karena gudang-gudang milik pabrik rokok masih tutup. Daripada tembakau tidak laku dijual ya dibakar saja,” kata Tohiruddin, petani tembakau di Petunjungan.
Kekecewaan serupa diungkapkan petani tembakau lainnya, Fadol. “Kami menanam tembakau biayanya mahal, waktunya panen tidak ada yang beli. Lebih baik dibakar,” katanya.
Akhirnya sejumlah petani tembakau mencabuti tanaman tembakau kemudian menumpuknya. Sebagian lagi menumpahkan tembakau rajangan yang sedang dijemur.
Setelah itu tumpukan tembakau di sawah itu disiram dengan bahan bakar minyak (BBM) premium (bensin). Mereka kemudian menyulut tumpukan tembakau itu dengan korek api. Mereka berteriak-teriak menumpahkan kekesalannya saat api berkobar.
Tohiruddin mengatakan, aksi spontan itu dilakukan sejumlah petani, terutama di Desa Petunjungan. “Karena gudang-gudang tembakau tutup, tembakau rajarangan dibeli tengkulak atau blandang dengan harga sangat murah, Rp10.000 sampai Rp15.000 per kilogram,” katanya.
Dengan harga serendah itu, kata Tohirudin, jelas para petani merugi. Soalnya, harga pupuk dan bibit tembakau mahal.
Ia mengaku, menanam tembakau sekitar 100 meter persegi dengan mengeluarkan biaya sekitar Rp10 juta. “Kalau tembakau oleh tengkulak dihargai Rp10.000 sampai Rp15.000 ya tidak impas dengan biaya tanam,” ujarnya.
Belum bukanya gudang-gudang milik pabrik rokok dipertanyakan para petani tembakau. “Biasanya pertengahan Agustus, gudang-gudang tembakau sudah buka. Ini sudah 31 Agustus, tidak ada gudang buka,” kata Fadol.
Dengan tutupnya gudang tembakau, kata Fadol, para petani jelas menjadi korban. “Mereka pusing karena modal tanam tembakau, sebagian dari utang,” katanya.
Belum lagi saat pemupukan, harga pupuk bersubsidi melambung hingga dua-empat kali lipat. “Harga pupuk bersubsidi naik menjadi Rp300.000 hingga Rp500.000 per kuintal,” kata Fadol.
Fadol menduga, belum bukanya gudang-gudang tembakau ini karena ada “permainan”. Terbukti, ketika gudang belum ada yang buka, tetapi para tengkulak sudah siap membeli tembakau petani.
“Saya utang ke bank untuk beli bibit tembakau dan pupuk, ongkos pekerja juga mahal. Sekarang waktunya panen kok seperti ini nasib petani,” kata Supatma, petani tembakau.
Terkait aksi sejumlah petani yang membakar tembakaunya, Ketua Badan Permusyawatan Desa (BPD) Petunjungan, Muhammad Ishaq Baihaqi mengaku, tidak bisa melarang mereka. “Aksi para petani tembakau itu sudah pada puncak kekesalan. Mereka hanya berharap, gudang-gudang tembakau dibuka dan membeli tembakau mereka,” katanya.