Kecerdasan Spiritual dan Intelektual Perkuat Sifat Kepemimpinan
Rais Am PBNU KH Miftachul Akhyar mengatakan, saat nya NU mempersiapkan kepemimpinan dalam menghadapi tantangan zaman menjelang Satu Abad. Yakni, dalam Muktamar ke-34 di Lampung, yang akan berlangsung 22 Oktober 2020, bertepatan dengan hari Santri.
"Kepemimpinan dalam berorganisasi yang mampu meniru dan meneladani para muassis NU, seperti Kiai Hasyim Asy'ari, Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Bisri Syansuri serta ulama terdahulu," tutur Pengasuh Pesantren Mitfachussunnah Surabaya.
Kiai Miftachul Akyar mengungkapkan hal itu, saat menghadiri Haul KH Bisri Syansuri di Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Jombang, Selasa, 25 Februari 2020, dini hari.
Selain soal kepemimpinan di NU, Kiai Miftachul Akhyar juga menyinggung soal kepemimpinan di tengah masyarakat, termasuk dalam birokrasi dan pemerintahan.
Ia mengingatkan pentingnya, keserasian antara kemampuan kecerdasan spiritualitas (Spiritual Quotient), dan kecerdasan akal (Intelligence Quotient, disingkat IQ). Kedua harus berimbang, sehingga mampu menjadikan masyarakat menjadi lebih baik.
"Di Barat, banyak muncul orang pintar, tapi tidak bisa menjadi panutan karena tindakannya tidak sesuai dengan mental spiritual," tuturnya.
Hadir pada kesempatan itu, KH Abdul Qoyyum Mansyur, KH Bahauddin Nursalim, KH Marzuki Mustamar, dll.
Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag) RI Agus Suparmanto mengapresiasi kiai dan santri Nahdlatul Ulama (NU) yang punya perhatian sejak lama tentang perdagangan.
Hal itu tampak dengan berdirinya Nahdlatut Tujjar (NT) atau kebangkitan pedagang NU pada 1918. Organisasi ini merupakan gerakan kebangkitan ekonomi rakyat yang dipantau langsung oleh Hadratussyaikh KH M Hasjim Asy’ari.
“Jauh sebelum NU berdiri ada Nahdlatut Tujjar. Ini sejarah yang harus kita tiru dan teruskan, terutama urusan perdagangan. Bahkan Kiai Hasjim Asy’ari ikut deklarasi,” katanya, dalam sambutan pada acara tersebut.
Lanjut Agus, dalam deklarasi Nahdlatut Tujjar Kiai Hasjim berpesan, “wahai pemuda putra bangsa yang cerdik pandai dan para ustadz yang mulia, mengapa kalian tidak mendirikan saja suatu badan usaha ekonomi yang beroperasi di mana setiap kota terdapat satu badan usaha yang otonom untuk menghidupi para pendidik dan penyerap laju kemaksiatan.”
Pesan kakeknya Gus Dur ini, menurut Agus, memperlihatkan fakta bahwa pesantren dan kiai simbol kemandirian. Hal ini secara tak langsung pesantren mengajarkan nilai-nilai dasar kewirausahaan. Dasar-dasar ini penting untuk menjadi pedagang atau pengusaha sukses.
“Sebagaimana diajarkan dan dicontohkan KH Hasjim adalah pedagang, bahkan nabi Muhammad adalah teladan terbaik seorang pedagang. Sabdanya, 9 dari 10 pintu rezeki ada di dalam perdagangan,” tambah politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Dikatakannya, langkah yang diambil pendiri NU ini senada dengan pancasila, di mana perdagangan dan ekonomi umumnya sebagai jembatan menuju cita-cita besar bangsa yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kementerian Perdagangan era kabinet Joko Widodo-Ma’ruf Amin memilik dua mandat utama dari presiden. Pertama menjaga neraca perdagangan. Ini dilalui melalui penyelesaian perjanjian perdagangan dan melakukan kajian yang dapat memberikan manfaat pada perekonomian nasional.
Kedua, melakukan pengendalian impor secara selektif. Tegasnya impor harus mengutamakan bahan baku atau bahan penolong yang bertujuan untuk ekspor dan investasi
“Banyak pemuda Indonesia ke Timur Tengah, Eropa dan Amerika. Selain belajar mereka bisa menekuni bisnis dan mempromosikan Indonesia di sana,” tambah Agus.
Lebih lanjut, realnya usaha yang dilakukan Kementerian Perdagangan RI yaitu menjaga neraca perdagangan dengan cara meningkatkan ekspor nonmigas. Ditambah lagi mengamankan dan memperkuat pasar dalam negeri.
“Kita sedang mengejar target ekspor yang realistis di tengah perlambatan ekonomi global. Program lainnya yaitu menyederhanakan birokrasi dan pembangunan SDM,” tutur Agus.