Kecelakaan Bus Rombongan Study Tour, Pengamat Dorong Pembenahan SOP
Kabar pilu datang dari dunia pendidikan pasca dua kejadian kecelakaan bus pengangkut siswa siswi yang melakukan study tour di Subang maupun Jombang beberapa waktu terakhir.
Menyambut itu, Pengamat Transportasi Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS), Dr Machsus menyebut dalam kecelakaan ada berbagai faktor penyebab. Antara lain, faktor kendaraan tidak laik jalan, faktor pengemudi, dan faktor prasarana jalan.
Salah satu yang paling banyak adalah faktor kelalaian pengendara. Hal ini pun disebabkan oleh banyak faktor ,seperti kelelahan, tidak fokus atau bahkan melanggar marka jalan.
Dari berbagai hal, ia menyebut faktor kelelahan menjadi yang cukup mendominasi. "Ngantuk hitungan detik ketika kecepatan tinggi bisa bahaya, dan itu (faktor) paling dominan. Micro sleep itu pengaruhnya tinggi, dipengaruhi SOP dari PO. Itu perlu dilakukan pemeriksaan ulang," kata Machsus kepada Ngopibareng.id.
Hal ini, lanjut Machsus, biasanya karena SOP penjadwalan driver yang tidak terlalu tertib. Khususnya, pada saat momen banyak pesanan sehingga driver yang baru selesai tugas kembali harus menjalankan tugasnya.
Selain itu, ia juga menekankan agar PO pun dapat terus mengingatkan para kru agar selalu fokus saat berkendara karena tak jarang kehilangan fokus untuk membuka handphone-nya.
Tak hanya kelalaian pengemudi, faktor kecelakaan juga cukup banyak disumbang karena kondisi kendaraan yang tidak laik jalan. Hal tersebut seperti kecelakaan yang terjadi di Subang.
"Yang di Subang baru diketahui kalau bus tidak layak fungsi, itu kontribusi terjadinya kecelakaan, apalagi di kawasan wisata. Biasanya wisata kalau tidak di perbukitan ya di pantai. Artinya, jalannya menuntut kendaraan layak fungsi," kata Machsus.
Karena itu, Dosen Transportasi prodi S2 Terapan itu mendorong perlu adanya pengecekan kelaikan kendaraan sebelum jalan secara rutin oleh PO maupun UPT dari Dinas Perhubungan.
Soal jalan sendiri ia mengatakan, khususnya yang menuju ke tempat wisata seperti pantai maupun area pegunungan memiliki geometrik jalan yang kini belum masuk katagori bintang lima sesuai pedoman uji laik fungsi jalan dengan pemeringkatan bintan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.
Hasil riset yang ia lakukan bersama tim menunjukkan, bahwa kebanyakan jalan yang mengarah ke daerah wisata tersebut masih dalam kategori bintang 1 atau 2.
"Kalau 1 risiko kecelakaan tinggi. Misal akses Mojokerto-Batu daerah Cangar itu bintang 2 dan 1 karena tikungan dan tanjakan tidak memenuhi standar, sehingga perlu perbaikan dari PUPR atau Dinas PU Bina Marga setempat," kata dia.
Selain itu, lanjutnya, biasanya di daerah wisata jalannya kurang banyak marka, jalur sempit, penerangan kurang, kemudian tanjakan dan tikungan tajam. Karena itu, dalam rangka peningkatan keselamatan berkendara ada berbagai aspek yang harus dipikirkan bersama.
Advertisement